Infocakrawala.com – JAKARTA – Kondisi utang pemerintah pada waktu ini kian menggunung. Untuk akhir Juni 2024 atau semester I-2024 naik menjadi Rp8.444,87 triliun.
Mengutip buku APBN Kita edisi Juli 2024, kedudukan utang pemerintah itu pada Juni 2024, mengalami peningkatan Rp91,85 triliun dari Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024 (month-to-month/mtm).
Dengan sikap utang tersebut, rasio utang per akhir Juni 2024 tercatat sebesar 39,13 persen terhadap hasil domestik bruto (PDB). Kemenkeu menyatakan, rasio utang ini tetap saja konsisten terjaga di area bawah batas aman 60% Pendapatan Domestik Bruto sesuai UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samiri menilai kondisi utang pemerintah telah lampu ikterus atau membahayakan. Pasalnya, penerimaan negara cenderung stagnan sementara trend defisit terus melebar.
“Kalau kita mengamati trend penerimaan negara yang stagnan juga justru dibawah target, trend defisit terus meningkat juga nilai utang juga tingkat suku bunga terus naik; maka situasi kita sedang tiada menggembirakan,” Kata Wijayanto terhadap Sindonews, Hari Sabtu (3/8/2024)
Ia menjelaskan, pada 2025 pemerintah harus membayar bunga utang juga pokok sekitar Rp1.200-1.300 triliun, dengan asumsi penerimaan negara sekitar Rp3.000 triliun. Maka debt service ratio (DSR) menjadi 43,4%, artinya penerimaan negara untuk membayar pajak juga bunga utang.
“DSR diatas 30% sudah ada lampu warna kekuningan sesungguhnya,” ujarnya
“Kondisi 2026 hampir dipastikan akan sebanding atau bahkan cenderung lebih lanjut buruk. Jika bukan hati-hati, DSR akan dengan mudah melompat ke 50% lebih, bunga utang akan makin mahal.” tambahnya
Ia memprediksi trend bunga utang eksekutif yang dimaksud akan terus meningkat. Hal ini sanggup dilihat dari gap antara suku bunga SBN lingkungan ekonomi primer yang mana sekitar 6,4%, tetapi di area lingkungan ekonomi sekunder untuk SBN dengan tenor yang dimaksud setara sudah ada mencapai 7,2% bahkan lebih.