Bisnis  

AKRINDO Khawatir RPP Kesehatan Mematikan Mata Pencaharian Pedagang Kecil

AKRINDO Khawatir RPP Kesehatan Mematikan Mata Pencaharian Pedagang Kecil

InfoCakrawala.com – Asosiasi Koperasi lalu Ritel Indonesia (AKRINDO) khawatir juga kecewa dengan pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah yang mana merupakan aturan turunan Undang-Undang Kesehatan (RPP Kesehatan) yang digunakan mengarah pada berbagai pelarangan terkait item tembakau.

AKRINDO berharap bahwa pemerintah dapat melibatkan elemen penjual dalam penyusunannya agar tercipta peraturan yang dimaksud adil dan juga berimbang.

AKRINDO mengkhawatirkan ketentuan dalam RPP Kesehatan, yang digunakan antara lain mengatur tentang larangan mengedarkan rokok secara eceran, larangan pemajangan barang tembakau, serta larangan berjualan item tembakau melalui platform digital digital.

“Peraturan ini jelas bentuknya mau mematikan mata pencaharian penjual kecil, ultramikro, pedagang tradisional yang mana produk-produk tembakau selama ini menjadi salah satu tumpuan perputaran sektor ekonomi kami. Rokok adalah barang legal, tapi pengaturannya sangat tidaklah adil, diskriminatif, kami pedagang seolah-olah diposisikan mengirimkan barang terlarang,” tegas Anang Zunaedi, Wakil Ketua Umum DPP AKRINDO dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/11/2023).

Untuk diketahui, AKRINDO lahir sebagai wadah gerakan koperasi pada bidang usaha ritel yang digunakan didirikan pada 2010 saat ini menaungi sekitar 900 koperasi ritel dan juga 1.050 toko tradisional di tempat Jawa Timur.

Anang menekankan bahwa berbagai larangan terkait hasil tembakau dalam RPP Kesehatan sangat kontradiktif dengan perjuangan peniaga kecil lalu pelaku UMKM untuk dapat terus maju dan juga berkembang.

“Sangat perlu diperhatikan bahwa 84% peniaga merasakan bahwa pemasaran barang tembakau berkontribusi signifikan (lebih dari 50%) dari total transaksi jual beli barang seluruhnya. Juga harap dicatat bahwa pelanggan rokok secara eceran merupakan salah satu komoditas yang mana perputarannya cepat untuk pemasukan toko. Pada akhirnya turut menggerakkan sirkulasi pelanggan barang lainnya seperti makanan kemudian minuman,” paparnya.

Begitupun dengan larangan pemajangan produk. Dorongan peraturan ini, lanjut Anang, sangat memukul bagi para pelaku UMKM.

“Bagaimana dapat kami melakukan penjualan, jika pada akhirnya kami dilarang memajang produk? Bagaimana mampu kami berkomunikasi dengan konsumen, jika kami dilarang mencantumkan informasi terkait produk?,” ujar Anang.

Anang berharap pemerintah lebih tinggi peka terhadap realita yang digunakan terjadi pada lapangan. Bahwa saat ini para penjual kecil, ultramikro, tukang jualan kelontong (tradisional) berupaya sekuat tenaga untuk sanggup terus bertahan lalu berdaya saing.

“Bagaimana para pekerja di tempat sektor informal ini dapat bertahan lalu tumbuh jika peraturan yang mana ada justru bukan melindungi kami? Ketika negara belum mampu menyediakan lapangan kerja formal, sektor bisnis ini justru tetap mampu menggerakkan ekonomi kerakyatan. Sangat banyak tekanan serta tantangan yang dimaksud kami hadapi, yang digunakan dibebankan kepada sumber mata pencaharian anggota kami,” ucapnya.

AKRINDO mengharapkan bahwa pemerintah mendengarkan masukan dari peniaga yang digunakan terdampak dari pengaturan dalam RPP Kesehatan.

“AKRINDO sudah pernah bersurat kepada Presiden dan juga kementerian untuk menyampaikan penolakan terhadap pasal-pasal pertembakauan di dalam RPP Kesehatan. Kami adalah pelaku sektor kegiatan ekonomi kerakyatan yang tersebut sedang memperjuangkan hak hidupnya lalu kepastian kelangsungan usahanya. Kami berharap pemerintah mempertimbangkan masukan kami,” tutupnya.

(Sumber: Suara.com)