Begini Penjelasan Baleg DPR persoalan Gubernur Jakarta Ditunjuk Langsung pada Draf RUU DKJ

Begini Penjelasan Baleg DPR persoalan Gubernur Jakarta Ditunjuk Langsung pada Draf RUU DKJ

InfoCakrawala.com – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg), Achmad Baidowi membuka pernyataan menanggapi penunjukan gubernur Jakarta secara langsung. Hal hal itu tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

Menurut Baidowi atau Awiek, usulan itu tidak ada terlepas dari hasil diskusi fraksi-fraksi di tempat Baleg saat mengeksplorasi mengenai kekhususan apa yang mana akan diberikan kepada Jakarta usai status ibu kotanya dipindahkan ke Ibu Kota Negara (IKN) dalam Kalimantan.

“Maka kita merujuk pada Pasal 14 b Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara kita mengakui satuan daerah khusus juga atau istimewa. Kekhususan yang digunakan diberikan kita bersepakat bahwa kekhususan termasuk yang digunakan paling utama itu dalam sistem pemerintahannya,” kata Awiek di dalam Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/12/2023).

Ketua DPP PPP Achmad Baidowi menjelaskan terkait Plt Ketum PPP Mardiono yang tersebut akan menemui Suharso Monoarfa dalam waktu dekat. [Suara.com/Bagaskara]
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi menjelaskan terkait Plt Ketum PPP Mardiono yang mana akan menemui Suharso Monoarfa dalam waktu dekat. [Suara.com/Bagaskara]

Awalnya, kata Awiek, memang ada keinginan agar tiada ada Pilkada untuk Daerah Khusus Jakarta. Melainkan pemilihan gubernur melalui penunjukan langsung.

“Tapi kita mengingatkan di tempat Pasal 18 a nya, disebutkan kalau memang nomenklaturnya itu adalah daerah otonom maka kepala daerah itu dikerjakan pemilihan secara dijalankan melalui proses demokratis,” kata Awiek.

Karena itu, untuk menjembatani keinginan urusan politik antara yang tersebut menginginkan kekhususan ditunjuk secara langsung serta kedua supaya kita tidaklah melenceng dari konstitusi, maka dicari jalan tengah.

“Bahwa gubernur Jakarta itu diangkat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD sehingga usulan atau pendapat dari DPRD itu DPRD akan bersidang siapa nama-nama yang akan diusulkan. Itu proses demokrasinya di tempat situ,” tutur Awiek.

Melalui jalan tengah itu, diharapkan prosws demokrasi tetap akan ada. Menurut Awiek, demokrasi tidaklah harus bermakna pemilihan langsung.

“Pemilihan bukan lamgsung juga bermakna demokrasi. Jadi ketika DPRD mengusulkan, yaitu proses demokrasinya di tempat situ sehingga tak semuanya hilang begitu saja,” terangnya.

Ongkos Mahal Pilkada

Suasana Debat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua di area Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (12/4/2017). [Suara.com/Oke Atmaja]
ILUSTRASI- Debat Pilkada DKI Jakarta di dalam Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (12/4/2017). [Suara.com/Oke Atmaja]

Alasan lain pemilihan gubernur Jakarta nantinya tidaklah melalui Pilkada langsung adalah mahalnya biaya yang digunakan harus dikeluarkan.

“Pengalaman DKI Jakarta membutuhkan cost yang dimaksud cukup mahal dikarenakan pilkadanya harus 50 persen plus 1. Lebih baik anggaran yang besar itu digunakan untuk kesejahteraan rakyat, untuk konstruksi oleh sebab itu dengan status non ibu kota itu nanti situasinya pasti berbeda,” kata Awiek.

Dalih lainnya adalah pertimbangan banyaknya aset-aset nasional milih pemerintah pusat yang masih ada di tempat Jakarta. Sehingga, kata dia, masih perlu campur tangan dari pemerintah pusat.

“Jadi masih ada keterkaitan antara IKN Nusantara dengan DKJ. Itu lah yang kemudian menciptakan kita win win solution-nya seperti itu,” kata Awiek.

Sebelumnya, gubernur Jakarta diusulkan agar dipilih oleh presiden usai tak lagi menyandang status Ibu Kota.

Hal ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

RUU ini sudah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dibahas di dalam tingkatan selanjutnya. Dalam Bahan Rapat Pleno Penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12) kemarin, Gubernur DKJ diusulkan agar tak dipilih oleh rakyat.

“Gubernur juga Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, juga diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD,” demikian bunyi draf RUU DKJ Ayat (2) Pasal 10, dikutip Selasa (5/12/2023).

Lalu, untuk masa jabatan gubernur dan juga duta gubernur masih sejenis seperti sebelumnya, yakni lima tahun juga sanggup menjabat untuk dua periode.

“Masa jabatan Gubernur juga Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan juga sesudahnya dapat ditunjuk dan juga diangkat kembali dalam jabatan yang tersebut sejenis semata-mata untuk satu kali masa jabatan,” demikian bunyi pasal 10 ayat 2.

Draf RUU ini masih sebagai usulan dan juga dapat berubah ketentuannya sesuai dengan pembahasan pada tingkat legislatif.

Terkait dengan rapat Baleg kemarin, mayoritas alias sebanyak delapan fraksi menyatakan menyetujui pembahasan RUU DKJ dilaksanakan. Sementara, belaka fraksi PKS yang dimaksud menolak.

Fraksi PKS menilai RUU DKJ perlu dikaji lebih tinggi lanjut khususnya dalam hal pengelolaan keuangan daerah dan juga wewenang khusus yang digunakan diberikan kepada Provinsi Jakarta. Jika tak dibahas secara komprehensif dikhawatirkan ada kecemburuan dari daerah lain.

Sementara, fraksi PKB menyetujui dengan catatan menolak mekanisme penunjukan Gubernur oleh Presiden. Cara ini dianggap akan merusak sistem demokrasi Indonesia.

“Kami menyetujui pembahasan RUU DKJ dengan beberapa catatan. Salah satu catatan kami adalah jangan sampai status baru Jakarta akan memangkas hak-hak rakyat untuk memilih pimpinan daerah merekan secara demokratis melalui mekanisme pemilu,” ucap Juru Bicara Fraksi PKB Ibnu Multazam dalam keterangan yang digunakan diterima.

(Sumber: Suara.com)