Belajar dari Pengalaman Sarwendah Rawat Ruben Onsu dalam ICU, Ini 4 Tips Berkomunikasi Efektif Hindari Kondisi AMR Pasien

Belajar dari Pengalaman Sarwendah Rawat Ruben Onsu dalam ICU, Ini 4 Tips Berkomunikasi Efektif Hindari Kondisi AMR Pasien

InfoCakrawala.com – Ruben Onsu pernah menjalani perawatan di tempat ruang ICU pada Juni 2022, lalu akibat terserang penyakit empty sella syndrome, yakni penyakit yang tersebut terjadi ketika kelenjar pituitari pada dalam otak mengecil atau tertekan.

Sebagai manusia istri, Saewendah tentu merasa khawatir dengan kondisi sang suami. Selain merawat Ruben Onsu dengan penuh kasih, ibu tiga orang anak ini mengaku proaktif terhadap dokter yang digunakan merawat suaminya. 

Berdasarkan dari pengalaman, kata Sarwendah, komunikasi adalah kunci untuk kesembuhan pasien. Hal inilah yang dimaksud dirasakan langsung saat ia merawat Ruben Onsu. 

“Ketika suami saya dirawat pada ICU, saya berkomunikasi intens dengan dokter untuk mengetahui perkembangannya, serta memahami obat-obatan yang diberikan. Jangan sampai, kita bukan mengetahui perawatan yang dimaksud diberikan pada anggota keluarga sendiri, terlebih lagi tentang pengaplikasian antibiotik,” ujarnya pada acara webinar.

Potret Ultah Ruben Onsu ke-39 (instagram/@ruben_onsu)
Potret Ultah Ruben Onsu ke-39 (instagram/@ruben_onsu)

“Dokter membantu saya memahami tentang penyelenggaraan antibiotik yang dimaksud tepat, agar pasien mampu sembuh serta tidak ada terkena AMR. Pengetahuan tentang AMR sangat penting lantaran berdampak pada perawatan kesehatan jangka panjang pasien. Saya ingin agar pengalaman saya dapat menjadi inspirasi bagi orang lain untuk memahami dampak AMR juga cara mencegahnya,” tambahnya.

AMR atau resisten antimikroba adalah suatu kondisi di area mana mikroba penyebab infeksi pada tubuh pasien sulit untuk dilawan oleh obat antibiotik, antivirus atau antijamur; dan juga akhirnya menyebabkan pasien sulit sembuh kemudian perlu dirawat lebih lanjut lama. 

Risiko resisten antimikroba sendiri pada pasien yang tersebut dirawat di tempat ICU sangat tinggi. Untuk itu, penyelenggaraan antibiotik secara bijak kemudian rasional pada pasien menjadi amat penting. Pemahaman untuk mencegah risiko resisten antimikroba pada pasien ICU perlu ditingkatkan, baik pada rakyat umum maupun tenaga kesehatan.

Terkait hal ini, Sarwendah menyampaikan empat tips berkomunikasi yang mana efektif untuk menghindari AMR di dalam ICU yang digunakan dapat dijalani pasien atau keluarganya ketika berdiskusi dengan tenaga kesehatan.

1. Buka percakapan setelah tindakan darurat usai

Ketika pasien baru masuk ke ICU, prioritas tenaga kesehatan adalah menstabilkan kondisi juga menyelamatkan nyawa pasien. Oleh sebab itu, bisa saja terkesan tenaga kesehatan belum menyediakan waktu untuk melayani keluarga pasien untuk berdiskusi. 

Pada kondisi ini, sebaiknya keluarga pasien memberikan waktu lalu ruang bagi tenaga kesehatan untuk bekerja. Setelah tindakan darurat selesai juga kondisi pasien cenderung stabil, keluarga pasien mampu mulai bertanya kepada tenaga kesehatan terkait tentang kondisi terkini lalu semua tindakan yang baru belaka dilaksanakan terhadap pasien. 

Keluarga juga mampu bertanya tentang pengobatan yang dimaksud akan diberikan selanjutnya, terutama pemberian antibiotik empirik pada awal masa perawatan. 

2. Pahami bahwa menerima informasi adalah hak pasien

Sebagaimana diatur pada Permenkes RI 290/2008, pasien berhak untuk menerima informasi yang digunakan lengkap mengenai rekomendasi medis dari tenaga kesehatan.

Di sisi lain, tenaga kesehatan pun memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kemudian melakukan edukasi kepada pasien. Maka, mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara detail seputar beberapa topik, misalnya pemakaian antibiotik, perkembangan kondisi pasien, kemudian risiko terjadinya resistansi AMR pada pasien adalah hal yang mana normal, bahkan positif.

3. Memperhatikan etika bertanya

Bertanyalah pada tenaga kesehatan dengan sabar, agar penjelasan dapat diberikan secara lengkap juga dipahami dengan baik.

Jika tenaga kesehatan terlihat begitu sibuk sehingga susah mencari kesempatan untuk bertanya tentang perawatan pasien dalam ICU, maka keluarga pasien mampu memproduksi perjanjian tentang waktu yang digunakan tepat untuk bertanya dan juga berdiskusi tentang kondisi terkini pasien dengan tenaga kesehatan terkait.

Dengan begitu, pihak keluarga pasien pun sanggup memperkirakan waktu juga menyiapkan pertanyaan yang dimaksud lebih banyak matang pada saat diskusi berlangsung. Baik keluarga pasien maupun tenaga kesehatan tentu menginginkan yang terbaik untuk pasien, jadi bukan ada salahnya saling menjaga etika dalam berinteraksi.

4. Usahakan agar terlibat bergerak dalam pengambilan keputusan medis

Setelah tenaga kesehatan memberikan rekomendasi medis, pihak keluarga pasien sanggup bertanya tambahan sangat atau meminta-minta penjelasan atas hal-hal yang mana kurang dipahami. 

Pihak keluarga pasien perlu memahami secara utuh tentang diagnosis, tindakan medis, komplikasi, risiko, dan juga pilihan-pilihan tindakan, sebelum memberikan persetujuan. Terutama terkait pemberian antibiotik, pihak pasien sanggup bertanya lebih banyak jarak jauh mengenai alasan, jenis, dosis, lama penggunaan, manfaat, serta risiko terkait pemakaian antibiotik hal tersebut di dalam ICU.

Sepakat dengan Sarwendah, Dokter Spesialis Anestesi lalu Konsultan Perawatan Intensif, dr. Pratista Hendarjana, juga menyetujui komunikasi yang baik antara pasien kemudian tenaga kesehatan dapat mempercepat proses pengobatan pada ICU.

Lebih lanjut, ia juga menyampaikan bahwa dalam tengah kondisi pasien yang tersebut sangat lemah, tugas dokter serta tenaga kesehatan lainnya adalah untuk menegaskan bahwa pesan tentang perawatan serta pemakaian antibiotik yang tersebut rasional, serta disampaikan dengan jelas, kemudian dapat dipahami oleh pasien maupun keluarganya. 

Oleh sebab itu, beliau mengajak para dokter lalu tenaga kesehatan untukmemberikan perhatian khusus pada kualitas komunikasi dengan pasien, terutama pada lingkungan ICU pada mana perawatan seringkali kritis kemudian kompleks.

“Ini bukan hanya sekali tentang memberikan informasi saja, tetapi juga tentang mendengarkan. Pasien di tempat ICU sering kali dalam kondisi yang digunakan memerlukan pemahaman dan juga kehadiran ekstra dari tim perawatan.” pungkasnya.

Ini sejalan dengan yang mana dijalani Pfizer Indonesia bekerjasama dengan Indonesia One Health University Network (INDOHUN), serta pakar kesehatan juga komunitas pasien, yang mana menyosialisasikan gerakan #JitudiICU untuk menggalakkan pengaplikasian antibiotik yang dimaksud bijak kemudian rasional di dalam unit perawatan intensif (ICU). 

“Kami harap gerakan ini dapat meningkatkan kesadaran rakyat dan juga para pemangku kepentingan terkait untuk menekan risiko terjadinya AMR,” tutup Nora T. Siagian, Presiden Direktur Pfizer Indonesia.

(Sumber: Suara.com)