Didesak Panggil Agus Rahardjo usai Koar-koar Diminta Jokowi Setop Kasus Setnov, Ketua Komisi III: Barang Kedaluwarsa

Didesak Panggil Agus Rahardjo usai Koar-koar Diminta Jokowi Setop Kasus Setnov, Ketua Komisi III: Barang Kedaluwarsa

InfoCakrawala.com – Anggota Komisi III DPR RI dari Benny K Harman menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memanggil Agus Rahardjo buntut pengakuan mantan Ketua KPK itu mengenai intervensi Presiden Jokowi.

Pemanggilan terhadap Agus ditujukan agar Agus dapat menerangkan lebih besar rinci perihal pernyataannya yang tersebut mengaku diminta Jokowi untuk menyetop kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto.

“DPR sebaiknya panggil eks Ketua KPK Agus Rahardjo atau Pak Agus datang ke DPR menerangkan lebih tinggi rinci pernyataannya ini. Apa betul Presiden Jokowi mengintervensi proses hukum di tempat KPK,” kata Benny melalui akun X @BennyHarmanID, dilihat Selasa (5/12/2023).

“Jangan sebar hoaks ke masyarakat, sebab kalau cerita ini benar rakyat bisa jadi marah,” ujarnya.

Menanggapi saran Benny, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul berpendapat sebaliknya. Menurutnya, kasus yang dimaksud diangkat sudah kedaluwarsa.

“Kalau mau itu diperjelas ya boleh-boleh saja, ini kan barang kedaluwarsa kan gitu loh. Kan ini omongan orang kedaluwarso mestinya dulu ketika dia menjadi ketua KPK ngomong kan begitu,” kata Bambang Pacul di area Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/12/2023).

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul di tempat Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/7/2023). (Suara.com/Novian)
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul di area Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/7/2023). (Suara.com/Novian)

Pacul justru menyoroti pernyataan Agus yang dimaksud baru diungkap saat ini. Terlebih ia menyebut Agus saat ini merupakan caleg. Ia juga mempertanyakan motif Agus berbicara demikian.

“Ini kan jadi ambigu kalo seperti ini, apalagi kau dengar pak agus caleg kan susah kita. Tapi bahwa usulan untuk memanggilan ya kita lihat lah ya,” kata Pacul.

Istana Membantah

Sebelumnya, Agus mengungkap pernah dipanggil Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan juga memohon untuk menghentikan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP yang melibatkan Setya Novanto atau Setnov.

Namun, pihak Istana membantah adanya pertemuan antara Jokowi juga Agus.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan tak ada jadwal resmi pertemuan presiden dengan Agus yang dimaksud tercatat.

“Informasi yang saya miliki adalah bukan ada rencana saat itu dengan bapak Presiden,” kata Ari di area Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (1/12/2023).

Curhatan Eks Ketua KPK

Pertemuan yang tersebut dimaksud Agus terjadi kala dirinya masih menjabat sebagai Ketua KPK. Diketahui, Agus menjadi orang nomor satu pada lembaga antirasuah itu sejak 2015 hingga 2019.

Ketua KPK Agus Rahardjo lalu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. [Suara.com/Putu Ayu P]
Ketua KPK Agus Rahardjo serta Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. [Suara.com/Putu Ayu P]

Awalnya, Agus mengungkap, dirinya sempat dipanggil untuk menghadap Jokowi.

Kala itu, Kepala Negara didampingi oleh Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Pratikno.

Namun yang mana menghasilkan Agus heran oleh sebab itu dia dipanggil sendiri tanpa empat komisioner KPK lainnya.

“Waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Saya heran biasanya manggil berlima, kok ini sendirian, serta dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan. Begitu saya masuk, presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak ‘hentikan’,” cerita Agus dalam wawancara pada Kamis (30/11/2023).

Agus mengaku awalnya merasa bingung maksud kata ‘hentikan’ yang tersebut diucapkan Jokowi. Namun kemudian Agus mengerti bahwa maksud Jokowi adalah agar dia dapat menghentikan kasus E-KTP yang menjerat Setnov.

“Saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk, saya baru tahu kalau yang suruh hentikan adalah kasus Setnov, ketua DPR waktu itu, mempunyai kasus E-KTP,” ucap Agus.

Namun Agus mengaku tak menuruti perintah Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus Setnov mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah terjadi diterbitkan 3 minggu sebelumnya.

“Saya bicara (ke Presiden) apa adanya sekadar bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang digunakan lalu, di dalam KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu.”

(Sumber: Suara.com)