Bisnis  

Peran Esensial Penyediaan Nutrisi Spesifik Efektif Tekan Angka Stunting

Peran Esensial Penyediaan Nutrisi Spesifik Efektif Tekan Angka Stunting

InfoCakrawala.com – Data terbaru menunjukkan bahwa stunting, permasalahan gizi utama pada balita di dalam Indonesia, menunjukkan penurunan yang signifikan, tetapi masih dalam kategori tinggi menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa bilangan stunting nasional telah terjadi berkurang dari 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Meskipun ada penurunan yang signifikan, hitungan yang disebut masih berada di tempat atas ambang batas WHO yang ditetapkan (>20%).

Stunting sendiri merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor, termasuk asupan gizi yang digunakan kurang dan/atau kebutuhan gizi yang dimaksud meningkat. Faktor-faktor yang dimaksud dapat menyebabkan asupan gizi yang mana kurang meliputi kemiskinan, rendahnya pendidikan, pengetahuan yang digunakan kurang tentang praktik pemberian makan untuk bayi kemudian batita, pengaruh budaya, juga ketersediaan makanan setempat.

Selain itu, faktor yang tersebut dapat meningkatkan kebutuhan gizi termasuk penyakit kronis yang memerlukan Pangan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK). PKMK dapat digunakan sebagai tata laksana nutrisi untuk mencegah atau mengatasi stunting, terutama pada anak-anak dengan risiko stunting.

Strategi pencapaian tujuan ini adalah dengan memberikan tata laksana nutrisi yang digunakan sesuai dengan langkah-langkah asuhan nutrisi pediatrik. Ini mencakup penilaian, penentuan kebutuhan nutrisi, penentuan cara/rute pemberian, pemilihan jenis makanan, lalu pemantauan.

Tata laksana stunting juga melibatkan tata laksana medis, non-nutrisi, perbaikan kualitas tidur, juga aktivitas fisik. Pemberian makanan untuk stunting harus memperhatikan komposisi yang mana seimbang, dengan penekanan pada sumber protein hewani.

Pada dasarnya, penurunan nomor prevalensi stunting ini mencerminkan kesuksesan pendekatan holistik yang mana diterapkan pemerintah Indonesia dalam penanganan stunting.

Ini mencakup pemberian PKMK di tempat rumah sakit, yang tersebut menjamin nutrisi berkualitas tinggi dengan kontrol kualitas yang ketat, serta pemantauan kesehatan yang digunakan lebih besar intensif.

Namun, saat perhatian intensif pemerintah berfokus pada upaya pencegahan stunting, peran PKMK dalam pemulihan anak-anak yang tersebut telah dilakukan mencapai tahap gizi buruk bahkan stunting masih belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah.

Maria Endang Sumiwi, MPH., Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyampaikan tata laksana stunting dilaksanakan dalam rangka edukasi dan juga penimbangan berkala setiap bulan, yang mana melibatkan gradasi hasil penimbangan dari yang tak naik berat badannya hingga mencapai tingkat gizi buruk.

Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal yang digunakan dibiayai oleh program diberikan kepada anak-anak yang mana berat badannya tidak ada naik sampai dengan gizi kurang.

“Untuk anak-anak yang telah terjadi mencapai tingkat stunting, pemberian PKMK disarankan, namun pemberian PKMK ini harus dijalankan oleh spesialis anak di area rumah sakit kemudian saat ini pembiayaannya masih bersifat mandiri,” jelas Endang ditulis Rabu (6/12/2023).

Dr. Dra. L. Rizka Andalucia, Apt, M. Pharm., MARS, Direktorat Jenderal Kefarmasian serta Alat Kesehatan mengatakan terkait pengadaan Obat Program Rujuk Balik (PRB) atau bukan, itu tergantung pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).

Tetapi untuk dapat dimasukkan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sebagaimana obat-obatan yang tersebut digunakan juga harus dicantumkan dalam Formularium Nasional (Fornas).

“Dalam Fornas kami melakukan kajian, apakah memang ini bisa saja digunakan atau layak dimasukkan untuk penanganan beberapa penyakit-penyakit. Untuk PKMK sendiri adalah pangan olahan untuk keperluan medis khusus yang digunakan persyaratannya harus diberikan berdasarkan rekomendasi atau assessment dari dokter spesialis anak,” jelas Rizka.

Lebih lanjut Rizka menyampaikan bahwa hal hal itu memang merupakan pangan medis khusus lalu Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pun sudah mengajukan beberapa jenis PKMK untuk beberapa indikasi seperti kelainan metabolik, gangguan malabsorbsi, gizi buruk lalu gizi kurang, serta gagal tumbuh.

“PKMK ini sudah kami bahas dalam Fornas yang dimaksud akan difinalisasi dalam waktu dekat. Termasuk diantaranya adalah pencantuman PKMK ini.,” ujar Rizka.

Netty Prasetiyani Heryawan, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai keadilan Sosial (PKS) mengatakan penurunan nomor stunting yang dimaksud sudah menjadi prioritas nasional namun pembiayaan anak yang sudah terkena stunting tiada ditanggung oleh pemerintah.

“Kalau kemudian jadi prioritas nasional, gimana metode menurunkan stunting jika kemudian dikatakan bahwa stunting tidak ada ditanggung pemerintah dan juga hanya saja mengintervensi melalui upaya pencegahan. PKMK juga menjadi salah satu cara untuk menurunkan stunting. Namun dengan tiada adanya jaminan dari pemerintah lewat Peraturan Kementerian Kesehatan untuk pemenuhan janji bahwa PKMK diyakini dapat menurunkan stunting.” Jelasnya.

Netty menjelaskan saat ini pendekatan yang dimaksud dikerjakan lebih lanjut perbaikan data serta angka.

“Bahwa sebetulnya bayi stunting itu memang dikerjakan pengukuran sesuai dengan yang dimaksud dipahami dengan alat namanya antropometri. Kader yang dimaksud terlatih bahkan seharusnya menegakkan stunting, juga itu ada ahlinya yang bernama spesialis anak,” tegas Netty.

Penurunan prevalensi stunting adalah langkah positif, tetapi penting juga untuk menjamin bahwa anak-anak yang telah terjadi mencapai tahap gizi buruk bahkan stunting dapat mendapatkan perawatan yang mereka itu butuhkan.

Ini mencakup pemberian PKMK yang tersebut efektif serta dukungan dari pemerintah untuk menegaskan akses yang lebih tinggi adil bagi semua anak yang tersebut memerlukannya. Meskipun pencegahan stunting tetap menjadi prioritas utama, penting untuk memberikan perhatian yang tersebut mirip pada anak-anak yang dimaksud telah dilakukan mengalami stunting untuk menegaskan bahwa merek mempunyai potensi pemulihan yang optimal serta pemberian PKMK harus menjadi bagian integral dari solusi ini.

Dr. drg. Widya Leksmanawati Habibie Sp.Ort., MM., Direktur Eksekutif Habibie Institute Public Policy and Governance (HIPPG), pada kesempatan berbeda menyampaikan dukungan untuk upaya menggalakkan pemerintah agar segera mengakselerasi penetapan kebijakan yang menggalang intervensi gizi spesifik.

Hal ini sebagai langkah penting dalam percepatan pencegahan stunting guna mencapai target nasional yang menetapkan tingkat stunting sebesar 14% pada tahun 2024.

“Penting bagi pemerintah untuk segera mengakselerasi penetapan kebijakan yang digunakan efektif serta konsisten di tempat seluruh Indonesia. Kebijakan ini harus mencakup alokasi anggaran yang mana memadai, pelatihan, serta pemantauan yang mana ketat terhadap pelaksanaan program di tempat lapangan. Dengan upaya ini, pemerintah dapat melakukan konfirmasi bahwa anak-anak di tempat seluruh negeri mendapatkan akses yang dimaksud setara ke intervensi gizi spesifik, membantu mereka itu tumbuh sehat kemudian mencapai prospek dia sepenuhnya,” ucapnya.

Lebih lanjut Widya menjelaskan bahwa pemerintah juga dapat bekerja identik dengan berbagai pihak untuk mengupayakan penurunan stunting. Baginya, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan dalam upaya ini akan meningkatkan prospek kesuksesan dalam memerangi stunting.

“Pemerintah miliki kesempatan emas untuk memberikan dampak positif pada generasi mendatang dengan mengakselerasi penetapan kebijakan intervensi gizi spesifik, seperti PKMK. Langkah ini akan membantu menciptakan masa depan yang tersebut tambahan sehat serta sejahtera bagi anak-anak Indonesia, sekaligus membantu mencapai target nasional untuk mengurangi tingkat stunting,” pungkasnya.

Kesadaran penduduk tentang pentingnya kesehatan lalu nutrisi adalah langkah penting dalam mengatasi kesulitan nomor stunting lalu kesulitan kesehatan publik lainnya pada Indonesia. Semakin banyak pihak yang berpartisipasi dalam upaya ini, semakin besar kesempatan untuk mencapai penurunan hitungan stunting dan juga mewujudkan generasi masa depan yang dimaksud lebih lanjut sehat serta lebih lanjut cerdas di area Indonesia.

(Sumber: Suara.com)