Bisnis  

WHO Dituntut Adopsi Pendekatan Pengurangan Bahaya Tembakau

WHO Dituntut Adopsi Pendekatan Pengurangan Bahaya Tembakau

InfoCakrawala.com – Sejumlah pakar mengkritisi kebijakan pengendalian tembakau yang mana ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) guna menekan prevalensi perokok secara global.

Dalam diskusi virtual bertemakan “Framework Convention on Tobacco Control, Challenges and Prospects for WHO” yang diselenggarakan beberapa waktu lalu, WHO dinilai perlu bersikap lebih tinggi terbuka serta memanfaatkan kemungkinan dari item tembakau alternatif, seperti kantong nikotin, rokok elektronik, serta barang tembakau yang mana dipanaskan, untuk membantu perokok dewasa beralih dari kebiasaannya.

Profesor kemudian Ketua Dewan Penasihat Pusat Hukum, Kebijakan, serta Etika Kesehatan Universitas Ottawa di tempat Kanada, David Sweanor, menjelaskan pengambilan kebijakan pengendalian tembakau yang digunakan dilaksanakan selama ini didasari oleh sentimen negatif terhadap produk-produk tembakau alternatif.

Hal ini menjadi permasalahan dikarenakan WHO dinilai bukan mempertimbangkan prinsip-prinsip kesehatan rakyat yang mengedepankan pendekatan pengurangan bahaya tembakau.

“WHO mempertahankan kebijakan berhenti merokok dengan menolak mendengarkan masukan apa pun dari pihak luar. Kondisi ini menjadi tantangan yang tersebut kita hadapi bersama akibat mereka menolak menerima pendekatan (yang memanfaatkan) item yang tambahan rendah risiko,” terang David ditulis Kamis (30/11/2023).

Ia melanjutkan kesuksesan Swedia, Norwegia, Inggris, Islandia, lalu Jepang dalam menurunkan prevalensi merokok melalui pemanfaatan item tembakau alternatif sudah seharusnya menjadi kebijakan baru yang dimaksud diadopsi WHO.

“Kita bisa saja menghilangkan sebagian besar kesulitan merokok secara global dengan produk-produk (yang lebih) rendah risiko. Peluangnya ada kemudian Konvensi Kerangka Kerja WHO seharusnya memfasilitasi komoditas tembakau alternatif, bukan menghalanginya,” ucap David.

Pada kesempatan yang digunakan sama, Profesor Ilmu Penyakit Dalam di dalam Universitas Catania serta Pendiri CoEHAR (Pusat Penelitian Pengurangan Dampak Buruk Merokok), Riccardo Polosa, juga setuju bahwa kebijakan pengendalian tembakau memerlukan sebuah inovasi. Artinya, kebijakan yang harus mengadopsi pinsip-prinsip kesehatan dan juga menghormati hak asasi manusia.

“Pasalnya, penyakit yang tersebut berkaitan dengan merokok disebabkan oleh paparan TAR, senyawa kimia (yang dihasilkan) dari proses pembakaran rokok,” jelas Riccardo.

Alih-alih menerapkan satu solusi dengan kebijakan berhenti merokok, Riccardo mengatakan, aturan pengendalian tembakau saat ini perlu mempertimbangkan pendekatan yang terbukti efektif dalam mengurangi prevalensi merokok, salah satunya melalui pemanfaatan komoditas tembakau alternatif yang tersebut tambahan rendah risiko daripada rokok.

“Pengendalian tembakau harus mempertimbangkan integrasi prinsip pengurangan bahaya melalui pemanfataan hasil tembakau alternatif yang dimaksud tambahan rendah risiko (daripada rokok). Penurunan jumlah keseluruhan perokok sudah terjadi di tempat negara-negara seperti Swedia, Norwegia, Inggris, Islandia, kemudian Jepang,” kata Riccardo.

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo), Paido Siahaan, menjelaskan masih ada misinformasi bahwa barang tembakau alternatif memiliki risiko seperti rokok. Padahal, item yang tersebut merupakan hasil pengembangan inovasi juga teknologi dari industri tembakau ini menerapkan konsep pengurangan bahaya tembakau.

Oleh sebab itu, Paido memacu pemanfaatan komoditas tembakau alternatif sebagai pilihan bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaan merokok.

“Keberhasilan ini akan bergantung pada regulasi yang tersebut tepat, informasi yang tersebut jelas, lalu peran berpartisipasi pemerintah dalam menyokong peralihan,” ucap Paido.

(Sumber: Suara.com)