Politikus Gerindra Soroti Wacana eksekutif Naikkan Cukai Hasil Tembakau

Politikus Gerindra Soroti Wacana eksekutif Naikkan Cukai Hasil Tembakau

Infocakrawala.com – JAKARTA – Politikus Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyoroti rencana kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang digunakan ketika ini sedang dibahas pemerintah. Dia mengingatkan pemerintah bijak persoalan tembakau sebab kegiatan merokok telah menjadi bagian hidup masyarakat.

Sehingga, naiknya cukai rokok akan menyebabkan dampak sangat luas pada perekonomian wilayah sekitarnya. “70 persen pria Indonesia itu merokok. Itu sudah ada terjadi sejak zaman penjajahan dahulu. Bisa dikatakan merokok telah menjadi bagian dari kegiatan dunia usaha di area Indonesia lalu sudah ada menjadi budaya. Jika cukai rokok terus dinaikkan maka dampaknya tidak belaka dirasakan oleh perokok itu sendiri tapi juga lingkungan yang digunakan terhubung dengan perokok,” ujar BHS, Akhir Pekan (16/6/2024).

Yang pertama terkena dampak adalah belanja rumah tangga yang mana akan berujung terhadap semakin berkurangnya belanja material pangan bergizi keinginan keluarga.

“Para perokok tidaklah akan berhenti untuk membeli rokok. Apakah merekan menghurangi jumlahnya atau berkurang ke rokok yang tersebut lebih banyak murah, yang mana artinya akan memperluas bursa rokok ilegal atau merekan akan masih membeli rokok yang tersebut serupa padahal dengan harga jual lebih tinggi mahal yang berkonsekuensi pada berkurangnya jatah belanja rumah tangga,” ungkapnya.

Kalau belanja rumah tangga berkurang, maka pengatur belanja rumah tangga atau istri dari pria perokok akan menghurangi keperluan pribadi hingga permintaan rumah tangga.

“Jika yang dikurangi adalah belanja materi pangan, maka besar kemungkinan akan berujung pada berkurangnya substansi nutrisi pada daftar belanja rumah tangga. Artinya, kemungkinan stunting akan meningkat,” kata BHS.

Dampak kedua, apabila cukai naik kemudian pembeli rokok turun maka akan mempengaruhi kelompok bisnis yang tersebut selama ini terhubung dengan para perokok.

“Misalnya UMKM yang digunakan berkaitan dengan rokok. Mulai dari warung kopi yang mana identik sebagai para perokok untuk nongkrong, warteg, tempat makanan, yang tersebut jumlahnya jutaan pada Indonesia. Belum lagi, tempat karaoke hingga tempat hiburan di malam hari yang juga identik dengan para penikmat rokok. Kalau merek tidak ada mampu merokok di tempat tempat itu bisa saja dipastikan para pelaku usaha akan mengalami penurunan pengunjung. Bahkan, bisa saja jadi bangkrut, tiada ada pengunjung,” ujarnya.

Dampak ketiga, jaringan bidang rokok. Mulai dari pabrik rokok, buruh pabrik, petani tembakau, buruh dalam perkebunan tembakau, hingga pelaku perniagaan di area sekitar pabrik rokok, yakni rumah sewa, pedagang makanan di area sekitar pabrik, hingga warung kecil yang selama ini memenuhi keinginan buruh pabrik.