Bisnis  

Pendekatan Yuridiksi Mendorong Percepatan Sertifikasi ISPO Petani Sawit Swadaya

Pendekatan Yuridiksi Mendorong Percepatan Sertifikasi ISPO Petani Sawit Swadaya

Infocakrawala.com – JAKARTA – Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) yang sudah berjalan hingga tahun ini memberikan mandat bagi pemerintah pusat kemudian pemerintah tempat melakukan sejumlah upaya perbaikan tata kelola dengan layanan inisiatif rencana aksi dan juga dibiayai melalui instrumen APBN, APBD, juga dukungan kerja sebanding multipihak. Namun kenyataanya, realisasi kebijakan di tempat tingkat area masih sangat minim. Hingga ketika ini cuma 9 provinsi juga 19 kabupaten yang digunakan telah terjadi menetapkan kebijakan tersebut.

Akibatnya, keberadaan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) mandeg. Baru sekitar 0,3% dari luasan lahan perkebunan kelapa sawit nasional yang digunakan dapat melakukannya. Berbagai upaya yang digunakan dijalankan pemerintah berkolaborasi dengan multi pihak, menjadi pendorong utama sertifikasi ISPO bagi petani kelapa sawit . Gagasan pendekatan yuridis sebagai salah satu pilihan, guna mempercepat proses sertifikasi ISPO bagi perkebunan kelapa sawit nasional.

Asisten Deputi Pembangunan Agribisnis Perkebunan, Kemenko Perekonomian Eddy Yusuf mengatakan, sertifikasi ISPO bagi petani kelapa sawit khususnya petani swadaya, dapat didorong pemerintah pusat juga pemerintah daerah, berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan lainnya. Pasalnya, sertifikasi ISPO merupakan bagian dari komitmen pemerintah akan minyak sawit berkelanjutan.

“Dukungan dari otoritas sama-sama pemangku kepentingan lainnya dibutuhkan bagi percepatan sertifikasi ISPO,” kata Eddy pada acara workshop dengan tema Best Practices Perkebunan Berkelanjutan Berbasis Pendekatan Yurisdiksi yang dimaksud diselenggarakan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) serta Kaleka di tempat Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Dukungan pemerintah melalui Kementerian Pertanian ( Kementan ) juga diberikan bagi percepatan sertifikasi petani. Kementan bersatu dinas perkebunan daerah, berupaya mengupayakan adanya perbaikan tata kelola serta praktik budidaya tumbuhan kelapa sawit bagi petani pada daerah. Upaya yang mana dilakukan, juga berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan lainnya, supaya memunculkan minyak sawit berkelanjutan.

Direktur Pengolahan serta Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHBun) Kementan Prayudi Syamsuri mengatakan, guna menyokong permintaan minyak sawit yang digunakan terus bertambah 7,3% kemudian tekanan praktik sawit berkelanjutan yang dimaksud semakin ketat, maka pemerintah meluncurkan strategi Sawit Satu. Caranya dengan menerapkan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), yang didukung oleh anggaran dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Lantas mengupayakan Penerapan ISPO, perbaikan Sarana kemudian Prasarana (Sarpras) dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki infrastruktur yang mana diperlukan dalam perkebunan sawit. Termasuk menyediakan anggaran beasiswa sebesar 3000 untuk anak-anak petani sawit. “Termasuk penerbitan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) merupakan komitmen pemerintah untuk menggalang keberlanjutan sektor sawit,” katanya.

Lebih lanjut tutur Prayudi, mengenai pendekatan yurisdiksi merupakan suatu wilayah yang dimaksud ditetapkan dengan batas-batas tertentu baik secara politis maupun administratif. Wilayah pada yurisdiksi yang disebutkan akan dinilai kepatuhan serta pemenuhannya terhadap prinsip serta kriteria untuk memperoleh sertifikasi ISPO.

CPO yang tersebut diproduksi di dalam pada batas wilayah yang disebutkan dapat dianggap sudah pernah mematuhi standar ISPO. “Pendekatan yurisdiksi dapat menjadi prospek untuk menggerakkan percepatan sertifikasi ISPO khususnya di dalam tingkat pekebun,” jelasnya.

Sejalan dengan upaya pemerintah, Yayasan Kaleka (dahulu Inobu) menginisiasi pendekatan yuridis sebagai upaya pada menggerakkan percepatan sertifikasi ISPO. Bernadinus Steni Sugiarto dari Yayasan Kaleka menuturkan, bila proses sertifikasi dijalankan dengan mengikutkan kurang dari 500 petani, biaya sertifikasi akan terasa mahal mencapai pada berhadapan dengan USD170 per petani.