Tentang Pernikahan Orang Tionghoa dengan Orang Indonesia

Tentang Pernikahan Orang Tionghoa dengan Orang Indonesia

Infocakrawala.com – CERITA pernikahan antara orang Tionghoa dengan orang Indonesia adalah salah satu tema yang tersebut banyak dipakai oleh para penulis fiksi yang dimaksud mendiskusikan persoalan orang Tionghoa di area Indonesia. Setidaknya tema ini telah muncul sebelum Indonesia merdeka. Di jaman penjajahan Jepang, ada novel pendek berjudul ”Palawidja” karya Karim Halim yang dimaksud mengkaji hubungan asmara antara pemuda pribumi dengan perempuan Tionghoa di area Rengasdengklok.

baca juga: Memupus Bias Tionghoa

Tema pernikahan antaretnis ini semakin marak muncul di tempat masa Orde Baru. Tema ini selaras dengan kebijakan Orde Baru untuk mengasimilasikan orang Tionghoa ke suku-suku lain yang mana ada di dalam Indonesia. Tema pernikahan etnis Tionghoa dengan suku-suku lain pada Indonesia masih terus dipakai oleh para penulis sampai pada waktu ini. Buku ”Nonik Jamu” adalah salah satunya. Karya fiksi berbentuk novel karya Rina Suryakusuma adalah novel terbaru yang mana menyuguhkan tema pernikahan antara etnis Tionghoa dengan suku lain.

Berbeda dengan kebanyakan karya fiksi bertema sejenis yang menulis dari sisi halangan sebelum mereka menjadi pasangan, Rina Suryakusuma menyajikan persoalan pasangan asimilasi pasca merekan menikah dan juga memulai pembangunan keluarga. Ternyata persoalan pernikahan suku Tionghoa dengan suku lain tidaklah cuma pada waktu sebelum merek menikah, tetapi juga terjadi pasca merekan menjadi pasangan hidup.

Padahal pada novel ini, keduanya tak terlalu ada halangan agama serta budaya. Keluarga Kinanti adalah keluarga Jawa Kristen. Sama dengan Pandu Buana Widyanata (Ng Tiong Bik). Kinanti juga Pandu adalah sama-sama orang terpelajar sebab keduanya sedang kuliah. Keluarga Kinanti adalah keluarga yang digunakan terbuka untuk perjodohan antaretnis. Kalau pun ada yang mana berbeda, lebih tinggi pada status sektor ekonomi kedua keluarga ini.

Rina mengawali novelnya dengan memberi deskripsi keluarga Kinanti di tempat kota kecil, Wonosobo. Kinanti adalah anak kedua dari pasangan Jawa Kristen yang menjalankan toko kelontong kecil. Latar belakang ini memberikan ilustrasi terhadap pembaca bahwa keluarga Kinanti bukanlah keluarga priyayi lantaran pekerjaan orangtuanya adalah pedagang.

baca juga: Tionghoa di Pendidikan Sejarah di area Indonesia

Rina juga memberikan latar belakang mengapa Kinanti tertarik ke dunia jamu. Latar belakang perkenalan Kinanti dengan jamu yang mana disampaikan oleh Rina ini menyebabkan alur cerita menjadi wajar. Kinanti mengalami perundungan oleh teman sekolahnya. Ia mengalami luka-luka. Saat Kinanti ke rumah budenya – dikarenakan takut segera pulang ke rumah, Kinanti diobati oleh budenya.

Ternyata obat herbal yang dimaksud dibuat oleh budenya memproduksi sakitnya berkurang. Mulai ketika itulah Kinanti menjadi tertarik dengan jamu. Sejak itu Kinanti menjadi tekun belajar tentang jamu. Bahkan ia sudah ada mulai menimbulkan jamu kemudian dijual ketika ia masih SMA dan juga masih tinggal pada Wonosobo.

Kinanti lebih lanjut tertarik untuk membantu di area toko daripada meneruskan sekolah. Meski Kinanti tiada ingin melanjutkan sekolah, namun kedua orangtuanya ingin ia menjadi sarjana. Maka Kinanti memutuskan untuk bersekolah di tempat Solo. Di kota inilah ia bertemu dengan Pandu Buana Widyanata (Ng Tiong Bik).

Kinanti yang mana mempunyai cita-cita memproduksi bidang usaha jamu merasa cocok dengan Pandu. Apalagi keluarga Pandu adalah keluarga yang digunakan usahanya adalah jual beli rempah-rempah. Kinanti bermimpi bahwa ia sanggup bekerja membantu bisnis keluarga Pandu juga mengembangkan usaha dengan menciptakan jamu sendiri. Kinanti memutuskan untuk berhenti kuliah kemudian menikah dengan Pandu.

Namun cita-cita Kinanti harus bertabrakan dengan kenyataan. Cik Tanti, kakak perempuan Pandu bukan mengijinkan Kinanti membantu bidang usaha rempah. Cik Tanti memang benar bukan menyukai Kinanti akibat alasan ia tidak perempuan Tionghoa. Selain Kinanti tidak ada diijinkan bekerja di tempat perusahaan keluarga, Pandu yang tersebut bekerja di dalam perusahaan keluarga digaji sangat kecil.

Penghasilan yang tersebut kecil ini menciptakan Kinanti bertekad membantu sektor ekonomi keluarganya. Mula-mula ia berupaya menciptakan jamu. Namun bisnis ini dihalangi oleh Cik Tanti. Akhirnya Kinanti mendirikan toko kelontong kecil. Ia memasarkan emas tabungannya sebagai modal mendirikan toko kelontong. Sejak itu Kinanti patah hati serta melupakan cita-citanya mendirikan bidang usaha jamu.