Imparsial Desak DPR Tak Lanjutkan Pembahasan RUU TNI lalu Polri

Imparsial Desak DPR Tak Lanjutkan Pembahasan RUU TNI lalu Polri

Infocakrawala.com – JAKARTA – Imparsial mendesak DPR tidak ada melanjutkan pembahasan RUU TNI kemudian RUU Polri. Sebab, substansi usulan inovasi pada kedua RUU yang disebutkan mempunyai beberapa jumlah persoalan yang serius kemudian dikhawatirkan memundurkan program reformasi TNI juga Polri.

Hal itu disampaikan Direktur Imparsial Gufron Mabruri menyikap pernyataan DPR yang tersebut mengaku telah menerima empat Surat Presiden (Surpres). Dari jumlah agregat yang dimaksud dua dalam antaranya Surpres tentang RUU TNI serta RUU Polri. Meskipun ketika ini Daftar Inventaris Permasalahan (DIM) belum diterima dari pihak pemerintah, namun pimpinan DPR menegaskan RUU TNI juga RUU Polri akan dibahas pada sisa masa jabatan sebelum Oktober 2024, tepatnya pada masa sidang selanjutnya yakni Agustus 2024.

”Kami memandang, pengajuan Surpres RUU TNI kemudian RUU Polri menunjukan pemerintah dan juga DPR mengabaikan kritik kemudian masukan dari publik sipil untuk tiada melanjutkan pembahasan kedua RUU tersebut,” tegasnya, Kamis (11/7/2024).

Langkah tersebut, kata Gufron, dinilai sebagai bentuk pemaksaan yang dimaksud berpotensi berdampak terhadap diabaikannya partisipasi rakyat mengingat masa bakti DPR Periode 2019-2024 tak lama lagi akan berakhir. Ditambah substansi pembaharuan RUU yang disebutkan dikhawatirkan memundurkan program reformasi TNI lalu Polri.

”Penting dicatat, pembahasan RUU TNI lalu RUU Polri berkaitan dengan kepentingan publik secara luas. Karena itu, menjadi penting bagi DPR untuk benar-benar mempertimbangkan kritik, saran serta masukan dari penduduk sipil mengingat merekan yang dimaksud akan terdampak secara langsung oleh penerapan kedua UU tersebut. Kami juga sangat khawatir di dalam sedang waktu yang singkat tersebut, pembahasan RUU TNI dan juga RUU Polri cenderung transaksional sehingga mengabaikan partisipasi dari kalangan warga sipil,” tegasnya.

Gufron menilai, sedari awal rencana revisi UU Polri dan juga UU TNI telah terjadi mengabaikan asas keterbukaan yang digunakan diharuskan oleh undang-undang. Tidak ada keterbukaan terhadap warga sebagai pihak yang tersebut terdampak dari kedua RUU tersebut, kemudian baru diketahui pasca DPR mengesahkan kedua RUU yang disebutkan sebagai usul inisiatif DPR.

Pelibatan partisipasi masyarakat merupakan aspek penting di pembentukan peraturan perundangan-undangan. Pada pasal 5 huruf g UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua menghadapi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ditegaskan ada tujuh asas yang digunakan harus dipenuhi di pembentukan UU, salah satunya adalah Asas Keterbukaan.

Pada bagian penjelasan, yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, kemudian pengundangannya (termasuk pemantauan serta peninjauannya), memberikan akses untuk rakyat yang mempunyai kepentingan lalu terdampak segera untuk mendapatkan informasi dan juga memberikan masukan pada setiap tahapan di pembentukan peraturan perundang-undangan yang dimaksud dilaksanakan secara lisan atau tercatat dengan cara daring (dalam jaringan) kemudian luring (luar jaringan).

Mengingat DPR RI periode 2019-2024 akan segera berakhir, pembahasan keduanya berpotensi mengabaikan partisipasi umum juga berdampak pada lahirnya aturan perundang-undangan yang tersebut anti-kritik lalu represif. “Kami juga menilai secara substansi RUU TNI lalu RUU Polri miliki usulan pembaharuan yang mana bermasalah. Alih-alih menyokong perbaikan juga menjadikan TNI dan juga Polri tambahan profesional, beberapa jumlah usulan pembaharuan yang dimaksud ada akan menciptakan kedua institusi yang disebutkan semakin menjauh dari kepentingan kemudian mandat Reformasi, jikalau diakomodir oleh DPR,” katanya.

Karena itu, pemerintahan lalu DPR harus benar-benar mencermati kritik, saran, juga masukan dari berbagai kelompok publik sipil. Jangan sampai DPR menghasilkan kembali item legislasi yang digunakan merusak prinsip negara hukum, mengancam demokrasi juga hak asasi manusia.

“Imparsial mendesak DPR untuk tidak ada melanjutkan pembahasan RUU TNI dan juga RUU Polri di tempat sisa masa periode yang tidaklah banyak. Di berada dalam masa baktinya yang akan berakhir, sebaiknya DPR juga pemerintah memfokuskan pada upaya evaluasi dan juga perbaikan terhadap berbagai praktik penyimpangan pada pelaksana tugas TNI-Polri kemudian menggerakkan program Reformasi yang tertunda,” katanya.