AJI Desak Polri Usut Kekerasan terhadap Wartawan usai Sidang Vonis SYL

AJI Desak Polri Usut Kekerasan terhadap Wartawan usai Sidang Vonis SYL

Infocakrawala.com – JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam aksi kekerasan yang dimaksud diduga dijalankan pendukung atau simpatisan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) usai sidang vonis. Hal ini terjadi pada Pengadilan Negeri Ibukota Pusat, Kamis 11 Juli 2024.

“Kekerasan itu dialami beberapa jurnalis yang tersebut sedang meliput sidang pembacaan putusan SYL di area Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024,” kata Ketua AJI Jakarta, Irysan Hasyim pada waktu dihubungi SINDOnews, hari terakhir pekan (12/7/2024).

Irsyan menegaskan, pekerjaan jurnalis telah lama dilindung di regulasi. Dalam Pasal 4 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Pers menyatakan, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, kemudian menyebarluaskan gagasan kemudian informasi.”

“Sementara Pasal 18 UU Pers memuat sanksi pidana terhadap setiap orang yang digunakan secara melawan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalis,” kata beliau mengutip UU Pers.

Atas kejadian kekerasan yang tersebut diduga diadakan oknum simpatisan SYL, Isryan mengaku pihaknya mengecam keras tindakan tersebut. Menurutnya, aksi kekerasan terhadap jurnalis tiada dibenarkan akibat tugas jurnalis menjadi bagian penting di menyampaikan informasi publik.

“Mendesak Kapolri dan juga Kapolda Metro Jaya dan juga jajarannya mengusut perkara kekerasan lalu intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis di mencari informasi yang tersebut telah lama diatur pada Pasal 18 Ayat (1) UU Pers Nomor 40/1999,” tegasnya.

Di sisi lain, Irsyan mengimbau terhadap semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik serta menghormati kebebasan pers di dalam Indonesia. Jurnalis di menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999.

“Meminta terhadap kantor media untuk menjamin juga memantau keselamatan jurnalis yang dimaksud meliput ke lapangan, khususnya kasus-kasus yang tersebut berpotensi mengakibatkan ancaman fisik maupun psikis,” katanya.

Dalam asas kebebasan pers, lanjut Irsyan, apabila ada pihak yang tersebut merasa tiada puas atau merasa dirugikan akibat pemberitaan, hendaknya menggunakan hak jawab kemudian koreksi.

“Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 butir 11 UU Pers Nomor 40/1999 yang tersebut berbunyi Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berbentuk fakta yang merugikan nama baiknya,” tandasnya.