Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan

Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan

Infocakrawala.com – JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai polemik pembahasan draf revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran sudah mengancam iklim demokrasi lalu kebebasan pers di tempat Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Ketua YLBHI, M Isnur.

“Sejumlah pasal multitafsir serta sangat berpotensi digunakan oleh alat kekuasaan untuk membatasi kebebasan sipil lalu partisipasi publik,” kata Isnur pada keterangan tertulisnya, Hari Jumat (17/5/2024).

Isnur menyebutkan, Pasal 50 B Ayat (2) huruf c RUU Penyiaran terkait larangan liputan investigasi jurnalistik menjadi salah satu klausul yang digunakan multitafsir. Menurutnya, keberadaan klausul itu telah terjadi merugikan masyarakat.

“Hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, pada lingkup pemberantasan korupsi, hasil jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik,” terang Isnur.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid menegaskan, sampai ketika ini revisi UU tentang Penyiaran belum ada. Dia menyebutkan, yang mana menjadi polemik belakangan ini hanya sekali sebatas draf saja.

“RUU Penyiaran ketika ini belum ada, yang dimaksud beredar pada waktu ini adalah draf yang tersebut mungkin saja muncul di beberapa versi kemudian masih amat dinamis. Sebagai draf, tentu penulisannya belum sempurna kemudian cenderung multitafsir,” kata Meutya di keterangannya, Kamis (16/5/2024).

Legislator Partai Golkar itu menjelaskan, tahapan draf revisi UU Penyiaran ketika ini masih di area Badan Legislasi (Baleg). Sehingga, belum ada pembahasan dengan pemerintah.

PWI menyatakan secara tegas bahwa larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang tersebut tercantum pada Pasal 50B Ayat (2) huruf C, pada berkas RUU Penyiaran hasil Rapat Badan Legislasi DPR 27 Maret 2024, menunjukkan bahwa penyusun RUU melakukan pelanggaran menghadapi Pasal 4 Ayat (2) dari UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal 4 yang dimaksud jelas mengatur bahwa terhadap pers nasional tidak ada dikenakan pelarangan penyiaran, serta apabila hal yang dimaksud diadakan akan berhadapan dengan tuntutan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling sejumlah Rp500 juta.