MK Tolak Uji Formil UU Kesehatan, Ketua IDI Soroti Kesulitan Etik Kesehatan

MK Tolak Uji Formil UU Kesehatan, Ketua IDI Soroti Hambatan Etik Aspek Kesehatan

Infocakrawala.com – Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. Adib Khumaidi angkat bicara mengenai ditolaknya uji formil Undang-Undang Kesejahteraan (UU Kesehatan) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dikarenakan dianggap tidak ada menyalahi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Menurut Dr. Adib, pihaknya menyoroti permasalahan etika dilanggar dokter, pasien hingga rumah sakit mampu mengancam pemeliharaan penduduk saatnya mengakses layanan kesehatan. Inilah sebabnya IDI sempat mengajukan uji formil UU Aspek Kesehatan yang dimaksud disahkan pada 2023 lalu. Sayangnya hambatan etika profesi kedokteran bukan diatur dalan UU Aspek Kesehatan baru tersebut. 

“Core di dalam pada pelayanan itu etik profesi, kita berbicara mengenai etik profesi kedokterananya, ini jadi hal yang digunakan sangat penting sebagai upaya memberikan pengamanan untuk masyarakat,” ujar Dr. Adib dalam Grogol, Ibukota Barat, Hari Sabtu (2/3/2024).

Ketua Umum PB IDI, dr Adib Khumaidi, SpOT. (IDI)
Ketua Umum PB IDI, dr Adib Khumaidi, SpOT. (IDI)

Lebih lanjut Dr. Adib mengingatkan, walaupun masih berbagai rakyat belum memahami dampak buruk kesulitan etik kedokteran, namun efeknya mampu dirasakan segera masyarakat. Seperti layanan atau perawatan berbasis ilmiah serta penelitian, sehingga tindakan medis tidaklah dijalankan asal-asalan hanya saja berdasarkan katanya-katanya.

“Sehingga warga dilayani layanan yang digunakan sebagai bukti ilmiah kemudian evident base, diadakan juga sesuai oleh dokter yang digunakan sesuai kompetensinya serta dilaksanakan juga oleh dokter. Bagi kami oleh profesi terjaga dari sisi etiknya, sebagai upaya wajib memberikan pengamanan untuk masyarakat,” ungkap Dr. Adib.

Dr. Adib menyatakan masakan etik kedokteran ini tak cuma jadi isu penting di area Indonesia, tapi juga telah jadi pembahasan dunia. Terlebih ketika kesulitan etik dibicarakan secara langsung Organisasi Aspek Kesehatan Planet atau WHO di dalam forum internasional. 

“WHO juga bicara mengenai permasalahan etik isu, bicara permasalahan etik pada profesi kedokteran di area seluruh dunia, ketika ini diharapkan era digitalisasi pelayanan, era sosial media, era akhirnya ada semacam anomali publik yang mana harus dihadapi,” pungkas Dr. Adib.

MK tolak uji formil UU Kesehatan

Mk menolak permohonan uji formil Undang Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. MK menyatakan proses pembentukan Undang-Undang Kesejahteraan tiada bertentangan dengan UUD 1945 sehingga UU Kesejahteraan tetap saja mempunyai kekuatan hukum mengikat. 

“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo ketika membacakan putusan di dalam Jakarta, Kamis (29/2).

Uji formil merupakan pengujian untuk menilai apakah undang-undang terbentuk dengan cara yang telah terjadi diatur perundang-undangan. Dalam permohonan ini, pemohon mengajukan gugatan di dalam antaranya terkait keterlibatan masyarakat di penyusunan Undang-Undang Kesehatan. 

Dalam putusannya, MK menilai pembentuk undang-undang sudah melakukan upaya menjaring keterlibatan masyarakat. Bahkan, pemerintah secara berpartisipasi mengundang melalui berbagai forum, termasuk memproduksi sebuah laman (website) yang tersebut dapat diakses oleh seluruh masyarakat, khususnya para pemangku kepentingan yang dimaksud hendak berpartipasi bukan cuma dari unsur profesi tenaga medis atau tenaga kesehatan. 

“Artinya, pembentuk undang-undang dapat memilah dan juga memilih atau menyaring seluruh saran serta masukan publik untuk dijadikan materi di mengambil langkah dan juga perumusan norma di setiap pembentukan undang-undang,” kata Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Pertimbangan MK itu berdasarkan empat fakta hukum mengenai pelibatan rakyat pada penyusunan UU Kesehatan. Fakta pertama, pemohon yang dimaksud mewakili lima institusi telah terjadi diundang untuk konsultasi umum atau public hearing pada penyusunan Undang-Undang Kesehatan.

Kedua, Kemenkes telah terjadi melakukan kegiatan public hearing, focus group discussion, lalu sosialisasi sebagai upaya memenuhi hak warga terhadap keterangan atau pendapat ahli juga rakyat pada pembentukan undang-undang. Hak-hak itu, yakni hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, lalu hak untuk diberi penjelasan, 

Ketiga, para saksi yang dimaksud diajukan ke persidangan mengakui diundang di kegiatan konsultasi masyarakat oleh Kementerian Kesehatan. Para saksi juga menyatakan dapat memberikan masukan serta saran terhadap materi muatan rancangan UU Kesehatan.

Keempat, pemerintah melalui Kementerian Aspek Kesehatan sudah memberikan akses terhadap warga terhadap rancangan undang-undang kemudian naskah akademik. Bahkan, Kementerian Kesejahteraan memberikan saluran untuk menyampaikan pendapat rakyat melalui laman resmi, yaitu https://partisipasisehat.kemkes.go.id/ di bentuk pengisian form pendapat kemudian masukan secara daring (online).

Pembentukan UU 17/2023 juga dinilai telah lama mengakomodir beberapa orang putusan MK sebagai salah satu alasan perlunya dijalankan inovasi Undang-Undang Kesejahteraan walaupun hal itu tidak ada dicantumkan secara eksplisit pada landasan yuridis RUU Kesehatan. Sebelumnya, MK memutus beberapa jumlah perkara yang digunakan memiliki kaitan dengan substansi UU Kesehatan. 

MK juga menilai proses penyusunan UU Aspek Kesehatan sudah pernah sesuai kaidah pembentukan undang-undang yang dimaksud baik mengikuti metode omnibus. UU Kesejahteraan juga menerapkan struktur penomoran yang sistematis sehingga mudah dibaca juga dipahami oleh pengguna serta pemangku kepentingan. Dengan demikian, UU Kesejahteraan tidaklah cacat formil.