Bisnis  

Pemerintahan Baru Didorong Perkuat Sawit sebagai Komoditas Krusial

Pemerintahan Baru Didorong Perkuat Sawit sebagai Komoditas Krusial

Infocakrawala.com – JAKARTA – Pemerintahan baru Prabowo-Gibran diharapkan mampu menciptakan komoditas sawit yang berdaya saing juga meningkatkan kekuatan posisinya sebagai komoditas strategis bagi bursa pada juga luar negeri. Karena itulah dibutuhkan kebijakan proteksi maupun pemasaran bagi sawit yang tersebut dapat dijalankan.

“Kebijakan proteksi dapat dipilih pemerintah sebab sawit seringkali dapat gangguan. Karena itulah sejumlah cara dapat dilaksanakan untuk melindungi sawit dengan cara berpartisipasi dan juga pasif,” kata Guru Besar IPB University Rachmat Pambudy pada waktu menjadi pembicara pada diskusi bertemakan ‘Menjaga Keberlanjutan Industri Sawit di Pemerintahan Baru’ di tempat Auditorium Gedung D Kementerian Pertanian, diambil Mingguan (7/7/2024)

Narasumber lain di diskusi ini antara lain Dr. Gulat ME Manurung (Ketua Umum DPP APKASINDO), Fenny Sofyan (Pengurus Area Komunikasi GAPKI), lalu Ardi Praptono (Direktur Tanaman Sawit serta Aneka Palma Kementerian Pertanian RI).

Prof. Rachmat Pambudy menjelaskan kebijakan proteksi serta penawaran sawit perlu secara berpartisipasi dijalankan melalui dukungan pembiayaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sebab sawit dapat menjadi senjata untuk menyerang lalu bertahan lantaran dapat dimanfaatkan sebagai komoditas makanan.

“Food as weapon, sawit itu dapat dipakai secara bijaksana untuk menyerang dan juga bertahan. Sawit ini luar biasa lantaran dapat menjadi senjata,” ujar Prof. Rachmat Pambudy.

Menurut Rachmat, usulan pembentukan Badan Sawit Indonesia ini haruslah mempunyai dasar kuat secara argument lalu data. Sebaiknya, pembentukan Badan Sawit Indonesia menjadi keinginan dengan pemangku kepentingan sawit.

“Jadi ini (badan sawit) harus menjadi keperluan bersama. Pak Prabowo adalah pemimpin yang tersebut sangat menghargai fungsi demokrasi, demokrasi dilaksanakan dari aspirasi bawah sampai menjadi kebijakan nasional. Aspirasi ini tidak belaka dari petani. Kita harus tahu pembentukannya berdasarkan apa? Apakah berdasarkan Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ini perlu dasar hukumnya,” tambah Rachmat Pambudy.

“Namun sekarang ini, saya belum mampu mewakili siapa-siapa kecuali sebagai Guru Besar kemudian selaku pengurus HKTI. Saya merasa ini (badan sawit) menjadi keinginan dan juga bagian strategi menciptakan item unggulan yang mana berdaya saing,” urai Rachmat Pambudy.

Fenny menegaskan bahwa sektor sawit tidak hanya saja penting pada Indonesia belaka tetapi juga untuk global.

“Beberapa tahun lalu sawit menguasai sekitar 50 persen minyak nabati dunia, tapi sekarang bahkan mencapai 60 persen pada 2023. Artinya dependensia dunia terhadap sawit sangat tinggi,” ujar Fenny.

Hal tersebut, ujar dia, dikarenakan minyak nabati kompetitor sawit yang mana sebelumnya membanjiri lingkungan ekonomi juga mengalami penurunan produksi. Padahal, pada beberapa waktu ke depan permintaan minyak nabati dunia akan datang bertambah sebanyak 1 jt ton.

Dia mengingatkan alarm yang disebutkan juga harus diantisipasi oleh Indonesia sebagai pengekspor sawit terbesar di tempat dunia dengan tidak ada kurang 27 jt ton per tahun. Sebab, ketika ini produktivitas sawit nasional mengalami stagnasi produksi, sementara keinginan di negeri terus meningkat.

“Jadi kita akan menghadapi Indonesia Emas 2045 yang mana produksi sawit ditargetkan 92 jt ton, tapi tapi jujur semata itu susah untuk menembus itu. Harus ada komitmen bersama,” ujarnya.

Target 2045 yang dimaksud adalah gencarnya hilirisasi, tapi menurut Fenny hulu adalah kunci. Tanpa hulu yang diperbaiki, produktivitas CPO nasional berdampak ke segala lini, mulai dari ekspor hingga subsidi biodiesel.