Penelitian Sebut Remaja Bisa Habiskan Sekitar Rp300 Ribu Setiap Akhir Pekan Untuk Rokok: Faktor Harganya Terlalu Murah?

Penelitian Sebut Remaja Bisa Habiskan Sekitar Rp300 Ribu Setiap Akhir Pekan Untuk Rokok: Faktor Harganya Terlalu Murah?

Infocakrawala.com – Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah total perokok yang mana cukup tinggi. Tidak cuma perokok dewasa, tetapi juga perokok remaja atau anak. Berdasarkan statistik, dikabarkan bilangan perokok meningkat hingga 8,8 jt dari 2011-2021.

Dari penelitian yang mana dijalankan dengan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), para remaja bahkan mampu menghabiskan uang sekitar Rp30 ribu sampai Rp200 ribu per minggu semata-mata untuk rokok.

Pengamat kegiatan ekonomi I Dewa Gede Karma Wisana, Ph.D. mengungkapkan, tingginya hitungan perokok remaja ini terjadi lantaran ada beberapa faktor, mulai dari tarif rokok yang dimaksud terjangkau dan juga mudah didapat.

Hal yang dimaksud menyebabkan para remaja mudah untuk mendapat akses membeli rokok. Tidak belaka itu, remaja juga dapat membeli rokok secara eceran atau per batang, sehingga bukan harus membeli satu bungkus sekaligus.

“Remaja itu membeli rokok akibat terjangkau dan juga mudah didapat dalam warung. Beberapa juga membelinya satuan atau batangan sehingga gak harus sebungkus. Dari nyobain satu batang itu jadinya candu,” ucap Dewa di Diseminasi Penelitian serta Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPRemaja 2.0 dengan CISDI, Selasa (12/12/2023).

Hal-hal itulah yang kemudian menghasilkan total perokok muda cukup tinggi. Apalagi, pendapatan yang diterima penduduk pada waktu ini juga semakin baik. Namun, pada sisi lain, kenaikan harga jual rokok juga bukan signifikan. Hal yang disebutkan tidak ada memberikan pengaruh untuk masyarakat.

“Semakin terjangkau, ya inilah tadi yang tersebut menjelaskan mengapa meskipun biaya rokok terus naik tapi ternyata masih tetap memperlihatkan terjangkau oleh penduduk tertentu, akibat income (pendapatan) yang digunakan semakin membaik,” jelas Dewa.

Untuk itu, sebenarnya penting ada kebijakan, misalnya kenaikan nilai tukar rokok yang mana signifikan. Dari survei PRAKARSA pada 2018 sendiri, dikatakan kalau 12 persen perokok mau berhenti jikalau kenaikan harganya dapat mencapai 50 persen.

Sedangkan, 32 persen perokok juga mau berhenti jikalau kenaikan sanggup mencapai 100 persen. Namun, nyatanya kenaikan biaya rokok ketika ini masih dinilai rendah. Bahkan, kenaikan nilai 10 persen semata-mata menimbulkan sekitar 0,11 – 0,17 persen perokok untuk berhenti.

“Dilakukan rekan-rekan kita di dalam PRAKARSA tahun 2018 menemukan bahwa sebanyak 12 dari responden perokok itu mereka itu berniat atau punya itikad baik untuk berhenti merokok apabila tarif rokok meningkat hingga 50 persen. Selain itu juga ditemukan bahwa 32% responden menyatakan mereka akan berhenti merokok apabila rokok meningkat harganya bahkan hingga 100 persen,” jelas Dewa.

Melihat hal tersebut, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat dilaksanakan agar bisa saja menurunkan total perokok remaja di dalam Indonesia. Beberapa hal yang disebutkan di dalam antaranya:

  • Meningkatkan cukai untuk rokok;
  • Adanya larangan untuk memasarkan rokok secara batangan;
  • Memberi sanksi tegas pada rakyat yang jual komoditas tembakau pada anak dalam bawah 18 tahun;
  • Adanya lisensi khusus untuk para penjual rokok;
  • Mengatasi adanya pemasaran rokok secara ilegal;
  • Terus memperkenalkan untuk tak maupun berhenti merokok bagi masyarakat.

(Sumber: Suara.com)