Peluang Kemajuan yang terhambat Reformasi Militer, Peneliti Minta DPR Tunda Revisi UU TNI

Kans Kemajuan yang mana terhambat Reformasi Militer, Peneliti Minta DPR Tunda Revisi UU TNI

Infocakrawala.com – JAKARTA – DPR diminta menunda revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ( UU TNI ). Hal ini dikatakan oleh Peneliti Hak Asasi Individu (HAM) kemudian Bagian Keselamatan Setara Institute, Ikhsan Yosarie.

Sorotan utama terdapat di usulan inovasi pada dua Pasal, yakni Pasal 39 melalui penghapusan larangan berbisnis bagi prajurit TNI juga Pasal 47 yang dimaksud membuka ruang perluasan bagi prajurit TNI untuk menduduki jabatan sipil tanpa melalui mekanisme pensiun dini.

Menurutnya, usulan pembaharuan pada dua Pasal ini berpotensi memutarbalikkan arah reformasi militer dan juga cita-cita amanat reformasi yang tersebut selama ini terus dirawat.

“Setara Institute menyokong agar DPR RI menunda pembahasan Revisi UU TNI serta terlebih dahulu memperluas partisipasi bermakna publik, para pakar, akademisi, kemudian rakyat sipil,” diambil pada keterangannya, Akhir Pekan (14/7/2024).

Menurutnya, usulan inovasi pada Pasal-pasal yang dimaksud juga kontradiktif juga tidaklah relevan dengan upaya penguatan TNI pada menghadapi perkembangan spektrum ancaman yang tersebut semakin luas.

Terutama usulan penghapusan larangan kegiatan usaha bagi prajurit TNI dapat menebalkan keterlibatan prajurit TNI pada bidang-bidang di dalam luar pertahanan negara.

“Jika sebelumnya semata-mata pada bidang sosial-politik, melalui usulan ini bertambah pada bidang ekonomi. Usulan ini dapat menjadi pintu masuk bagi keterpurukan (regresi) profesionalitas militer, sebab memberi legitimasi aktivitas komersiil bagi prajurit TNI juga kemungkinan pemanfaatan aspek keprajuritan untuk hal-hal di dalam luar pertahanan negara,” katanya.

Selain itu, inovasi yang digunakan diusulkan sebagai penambahan ketentuan prajurit bergerak dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga (K/L) lain yang dimaksud membutuhkan tenaga juga keahlian Prajurit berpartisipasi sesuai dengan kebijakan Presiden.

“Berkaitan dengan usulan pembaharuan Pasal 47 tersebut, Naskah Akademik (NA) yang mana disusun juga memperlihatkan kegagalan paradigma mengenai Dwifungsi TNI,” tegasnya.

Dia menyampaikan, penempatan TNI pada K/L di praktiknya tidaklah sebatas yang dimaksud tercantum pada K/L pada Pasal 47 Ayat (2) UU TNI saja. Sebab terdapat perkembangkan permintaan SDM pada bidang-bidang tertentu, sehingga prajurit TNI dapat diperbantukan pada K/L yang tersebut memerlukan keahliannya.

“Meskipun bukan berkaitan dengan kebijakan pemerintah praktis secara langsung, tetapi perluasan jabatan sipil bagi prajurit TNI dapat membuka ruang terjadinya kebijakan pemerintah akomodasi bagi militer. Efek jangka panjangnya menyebabkan hutang budi kebijakan pemerintah akibat semua ruang-ruang K/L yang disebutkan dibuka berdasarkan kebijakan Presiden, yang mana notabene merupakan komoditas urusan politik hasil kontestasi pada Pemilihan Umum,” tuturnya.