Bisnis  

Rupiah Makin Lemah, Pengusaha Was-was Biaya Bisnis Semakin Mahal

Rupiah Makin Lemah, Pengusaha Was-was Biaya Bisnis Semakin Mahal

Infocakrawala.com – JAKARTA – Depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan menimbulkan sektor industri pada Tanah Air tertekan hebat. Pasalnya, cost of doing business atau biaya industri semakin tinggi alias mahal.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani mengatakan, tren pelemahan rupiah terhadap dolar Negeri Paman Sam menghasilkan kondisi di tempat di negeri menjadi tiada stabil, khususnya sektor yang dimaksud secara transaksional masih menggunakan dolar AS.

Menurut dia, naiknya cost of doing menciptakan biaya operasional menjadi terganggu. Kondisi ini berpotensi mempengaruhi permintaan lalu daya beli warga yang dimaksud dipandang akan menurun.

“Jadi memang sebenarnya kita lihat kondisi sekarang dengan pelemahan seperti ini ya tak kondusif ya, jadi saya menyatakan ini akan menambah cost of doing business gitu,” ujar Shinta ketika ditemui di dalam kawasan DKI Jakarta Selatan, Kamis (20/6/2024).

“Kalau kita lihat kan sekarang dengan pelemahan rupiah jelas nantinya akan bisa jadi mengganggu dari segi operasional cost, kembali lagi dengan demand, serta daya beli menurun,” paparnya.

Salah satu sektor yang mana paling terdampak menghadapi penguatan dolar Amerika Serikat adalah bidang padat karya berorientasi ekspor. Shinta menyebut, lini kegiatan bisnis ini akan banyak menemui kendala akibat unsur baku penolongnya masih impor kemudian menggunakan mata uang asing negara Paman Sam.

“Kita meninjau bahwa utama industri-industri padat karya berorientasi ekspor ini pasti akan menemui kendala, sekali lagi lantaran kebanyakan komponen baku penolongnya ini masih impor serta menggunakan mata uang dolar ya,” beber dia.

Tak cuma itu, Sektor Keuangan nasional juga akan mengalami kondisi serupa. Pasalnya, pembiayaan serta hal lainnya masih berbagai mengenal mata uang asing.

Sehingga dikhawatirkan akan datang terjadi kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). NPL sendiri mengambil bagian berdampak negatif tak hanya sekali bagi lembaga keuangan, namun juga terhadap perekonomian.

“Dan juga kita lihat nanti juga pada perbankan, kita lihat dari segi pembiayaan kemudian lain lain itu masih sejumlah mengenal mata uang asing, jadi kita khawatir dari sisi NPL-nya juga, itu juga harus dijaga,” tutur Shinta.

“Jadi kami mengamati tiada banyak yang harus dilaksanakan untuk intervensi sebab ini penyebabnya itu kan faktor luar ya, di dalam luar kendali kita, ya tetap memperlihatkan pemerintah harus membantu agar menstabilkan rupiah ini,” lanjutnya.