Bisnis  

Subsidi Daya Bengkak, eksekutif Diminta Fokus Pada Kepentingan Warga Luas

Subsidi Daya Bengkak, eksekutif Diminta Fokus Pada Kepentingan Warga Luas

Infocakrawala.com – Sektor Bisnis Universitas Brawijaya (UB) Malang Prof. Dr. Candra Fajri Ananda mengatakan, subdidi energi harus menyasar pada sektor-sektor yang mana menguasai hajat hidup orang banyak.

“Pemerintah harus berhati-hati kemudian fokus pada menjalankan kebijakan subsidi di tempat bidang energi. Harus ada prioritas yang digunakan memungkinkan subsidi yang disebutkan benar-benar dinikmati oleh penduduk luas lalu tidak semata-mata pihak-pihak tertentu,” kata Candra ditulis Hari Jumat (19/1/2024).

Sebelumnya Menteri Daya lalu Narasumber Daya Alam Arifin Tasrif telah terjadi menyampaikan bahwa pemerintah tahun ini menetapkan target subsidi energi sebesar Rp186,9 triliun. Rinciannya, sebesar Rp113,3 triliun subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan juga Liquified Petroleum Gas (LPG), dan juga Rp73,6 triliun untuk subsidi listrik.

“Sebagaimana kita ketahui bahwa untuk di negeri kita harus menyiapkan paket subsidi energi untuk para masyarakat, subsidi energi ini tetap saja dipertahankan,” tutur Menteri Tenaga juga Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif ketika konferensi pers capaian kinerja Kementerian ESDM Tahun 2023 di tempat Kantor Kementerian ESDM Jakarta.

Arifin juga mengungkapkan, pada tahun 2023, realisasi subsidi energi mencapai Rp159,6 triliun atau lebih banyak tinggi dari target yang mana telah terjadi ditetapkan sebesar Rp145,3 triliun.

Candra meminta-minta pemerintah untuk mengevaluasi serta menghentikan subsidi energi yang gagal mencapai tujuannya. Ia lalu menunjuk inisiatif subsidi nilai gas bumi tertentu (HGBT) yang dimaksud menyasar 7 sektor sektor tertentu yang mana telah digulirkan pemerintah sejak bulan April tahun 2020.

“Subsidi ini memang sebenarnya harus tepat sasaran serta tata kelolanya juga benar. Yang salah itu bukanlah subsidinya, tetapi implementasi dari kebijakan subsidinya. Harus kita akui, kegiatan HGBT ini belum memberikan dampak ekonomi seperti yang tersebut menjadi tujuan awal pemerintah. Subsidi pemerintah jarak jauh lebih besar besar dari penerimaan negara dari sektor sektor penerima subsidi. Proyek ini harus dievaluasi atau dihentikan apabila implementasi kebijakannya tak sesuai,” tegas Candra.

Sejak diberlakukan sampai tahun 2022, acara subsidi gas terjangkau dengan mematok nilai tukar gas bumi sebesar USD6 per MMBTU ini sudah memproduksi pemerintah kehilangan penerimaan negara hingga sebesar Rp29,4 triliun. Padahal pada periode tersebut, penerimaan negara dari sektor bidang penerima subsidi belaka sekitar Rupiah 15 triliun.

Terkait subsidi gas bumi, menurut Candra, akan lebih banyak baik diprioritaskan pada sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang sejumlah seperti sektor pupuk kemudian kelistrikan.

“Hari ini kita mendengar sejumlah petani kesulitan untuk mendapatkan pupuk yang tersebut katanya akibat harga jual gas yang tersebut mahal. Karena itu pemerintah harus menjadikan gas hemat ini untuk memberikan kepastian pupuk bagi jutaan petani yang digunakan hidupnya susah,” tegasnya.

Tetapi, lanjut Candra, pemerintah juga harus melindungi sisi tata niaganya juga. Menurutnya, jangan sampai distribusi pupuk yang dimaksud dikuasai oleh perusahaan tertentu yang mana akan berdampak pada tingginya nilai pupuk begitu sampai di dalam tangan petani.

Karena itu, Menko Perekonomian harus mampu mengkombinasikan semuanya dari hulu sampai hilir bersatu kementerian lain seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, hingga Kemenkumham.

Sektor lain yang mana juga dipandang strategis untuk mendapatkan gas terjangkau adalah kelistrikan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan acara net zero emission dalam tahun 2060 dimana gas bumi merupakan energi transisi terpenting untuk menciptakan energi bersih.

“Pemerintah harus berani mengambil langkah tegas yang digunakan berpihak untuk kepentingan lalu permintaan penduduk luas,” imbuhnya.

Sesuai ketentuan pada kebijakan HGBT, pemerintah wajib menanggung biaya selisih harga jual dengan menghurangi jatah keuntungan transaksi jual beli gas negara, sehingga bukan membebani jatah atau keuntungan kontraktor.

Dengan skema ini pemerintah memang sebenarnya tak mengalokasikan biaya subsidi HGBT ke di APBN. Namun demikian, pemerintah kehilangan penerimaan negara di jumlah total yang mana sangat besar sebab jatah keuntungan transaksi jual beli gas yang mana menjadi hak negara berkurang.

Direktur Jenderal Minyak kemudian Gas Bumi Ditjen Migas Tutuka Ariadji menyatakan, pada menjalankan kebijakan insentif nilai tukar gas sebesar US$6 per MMBTU untuk tujuh sektor lapangan usaha tersebut, pemerintah semata-mata bisa jadi mengorbankan bagian negara. Sedangkan, porsi bagian kontraktor tetap.

“Penerimaan negara itu yang dimaksud dikurangi, kalau nggak biaya gasnya mampu lebih banyak dari US$6,” kata Tutuka.

Kondisi sektor hulu migas sendiri sedang menurun. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Acara Usaha Hulu Minyak dan juga Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan realisasi lifting minyak di dalam tahun 2023 sebesar 605.500 barel minyak per hari (BOPD). Produksi itu tambahan rendah daripada target APBN 2023 sebesar 660.000 BPOD.

Realisasi salur gas pada 2023 sebesar 5.378 jt standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD), juga lebih lanjut rendah ketimbang target APBN 2023 sebesar 6.160 MMSCFD

(Sumber: Suara.com)