Suhu Bumi Naik Sangat Cepat, 2023 Tercatat Tahun Terpanas

Suhu Bumi Naik Sangat Cepat, 2023 Tercatat Tahun Terpanas

Infocakrawala.com – JAKARTA – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, lalu Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan suhu permukaan bumi meningkat sangat cepat setiap tahunnya. Hal itu berdampak buruk pada hidup manusia lalu seluruh makhluk hidup.

Berdasarkan laporan Organisasi Meteorologi Bumi (WMO), suhu permukaan global sudah meningkat dengan cepat, dengan rata-rata tahunan mencapai 1,45 derajat celsius pada 2023 dibandingkan dengan baseline setelahnya era Revolusi Industri.

Padahal di tempat 2020, menurut laporan WMO tentang keadaan iklim global, kenaikan rata-rata suhu global adalah 1,2 derajat celsius. Hal ini berarti belaka pada beberapa tahun, ada peningkatan suhu permukaan yang dimaksud signifikan.

Suhu Bumi Melonjak Sangat Cepat, 2023 Tercatat Tahun Terpanas

“Tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas, dan juga informasi inihanya dapat diperoleh melalui pengamatan sistematis untuk fenomena kebumian. Tanpa pengamatan kebumian yang digunakan sistematis, informasi yang digunakan diberikan dapat menyesatkan atau salah. Pengamatan kebumian yang sistematis ini diperlukan baik dalam tingkat nasional, regional, maupun global,” ungkap Dwikorita di keterangan resminya, dikutipkan Akhir Pekan (23/6/2024).

Dwikorita mengatakan, pengataman sistematis sangat dibutuhkan untuk berbagai keperluan, pada antaranya untuk memberikan data mendukung pada aksi adaptasi iklim, aksi mitigasi iklim, atau tindakan atau kebijakan apa pun terkait mitigasi juga adaptasi iklim. Oleh sebab itu, Dwikorita meminta-minta agar pengamatan sistematis perlu dihadiri oleh oleh tindakan sistematis di tempat segala lini agar dampak panas ekstrem yang dimaksud lalu dampak pembaharuan iklim lainnya dapat ditangani secara efektif.

Dia menunjukkan agar informasi mengenai fenomena El Nino yang mana menyebabkan kenaikan panas laut yang tersebut meluas di tempat Pasifik tropis bagian timur merupakan hasil pengamatan kebumian sistematis yang mana didukung juga oleh pemantauan satelit. Selain itu, prediksi Food and Agriculture Organization (FAO) mengenai ancaman krisis pangan pada 2050 mendatang juga merupakan hasil dari pengamatan kebumian yang tersebut sistematis secara global, nasional, juga lokal.

Singkatnya, tambah dia, pengamatan sistematis tersebut, memungkinkan seluruh negara pada dunia untuk melakukan analisis juga prediksi lebih tinggi lanjut. “Analisis masa lalu merupakan cara untuk memvalidasi dampak dari peningkatan suhu yang berlangsung lalu kondisi Bumi kekinian,” katanya.

“Selanjutnya, pada analisis lebih besar lanjut yang dimaksud didasarkan pada data pengamatan sistematis dapat diketahui bahwa ternyata pembaharuan iklim memberi tekanan pada sumber daya air yang tersebut sudah ada langka, menciptakan hotspot air. Nah, hal ini dapat ditangkap kemudian dianalisis lagi berdasarkan pengamatan sistematis,” sambungnya.

Dwikorita menegaskan, peningkatan suhu global tidaklah dapat dianggap sepele. Tidak belaka berdampak pada suhu bumi yang makin panas, kondisi yang dimaksud juga meningkatkan tingkat kejadian bencana hidrometeorologi, kekeringan, buruknya kualitas udara, kebakaran hutan lalu lahan, gelombang panas, risiko kesehatan, penurunan kualitas hidup, hingga ancaman kelangsungan hidup spesies di area bumi.

“Situasi tersebut, pada akhirnya tentu akan mengganggu stabilitas perekonomian lalu urusan politik dunia,” pungkasnya.