Bisnis  

Utang Jatuh Tempo RI Tembus Rp3.749 T, Indef: Negara Bisa Stroke

Utang Jatuh Tempo RI Tembus Rp3.749 T, Indef: Negara Bisa Stroke

Infocakrawala.com – JAKARTA – Utang pemerintah menyentuh Rp8.353 triliun naik Rp14,59 triliun dibandingkan kedudukan bulan sebelumnya yang digunakan berada di dalam kisaran Rp8.338 triliun. Adapun nilai utang jatuh tempo pemerintah mencapai Rp3.749 triliun untuk periode 2025-2029.

Pada 2025, utang jatuh tempo yang harus dibayarkan berada pada level Rp800 triliun. Angka Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 30 April 2024 mencatatkan data utang jatuh tempo pemerintah di tempat tahun depan naik signifikan, dibandingkan tahun ini yang mana berada pada sikap Mata Uang Rupiah 434,29 triliun.

Merespon nominal utang jatuh tempo tersebut, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai negara dapat mengalami stroke alias gangguan bila nilai utang tidaklah diimbangi dengan kapasitas fiskal atau penerimaan negara. Adapun, hingga Mei 2024 penerimaan negara mencapai Rp1.123,5 triliun. Angka ini turun 7,1 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dibandingkan periode yang dimaksud sebanding 2023, yakni Rp1.209 triliun.

“Memang kita itu punya warisan utang yang digunakan luar biasa ya, sampai Mei 2024 itu kita punya utang Simbol Rupiah 8.300-an triliun ya, terus kemudian jatuh tempo pada tahun 2025-2029 itu sekitar Simbol Rupiah 3.749 triliun,” ujar Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, ketika pertemuan diskusi ‘Warisan Utang Untuk Pemerintahan Mendatang’, Kamis (4/7/2024).

“Kalau itu tak diimbangi dengan kapasitas penerimaan negara yang semakin meningkat, maka saya tiada terbayang, apakah negara ini akan mengalami stroke yang tersebut ketiga? Semoga tidak,” paparnya.

Baca Juga: Terjebak Utang Negara-negara Barat, negara Ukraina Terancam Bangkrut

Esther memandang, pemerintahan baru yang digunakan akan datang dipimpin Presiden Prabowo Subianto serta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka perlu mengambil langkah alternatif. Salah satunya, memprioritaskan inisiatif yang digunakan mempunyai multiplier effect (efek berganda) yang dimaksud lebih tinggi luas. Alternatif ini pandang perlu lantaran sejumlah inisiatif menelan anggaran bernilai fantastis, yang mana justru membebani kemampuan fiskal atau APBN itu sendiri.

“Paling tidaklah prioritas acara dari pemerintahan mendatang, jadi pilih kegiatan yang dimaksud benar-benar memang benar multiplier effect-nya itu luas, dampak jangka panjang itu ada,” katanya.

Dia menunjukkan tiga kegiatan yang digunakan bisa saja jadi fokus pemerintah baru. Di antaranya, penguatan sumber daya manusia (SDM), peningkatan modal, juga transaksi teknologi. “Dan negara-negara yang sudah ada forward belaka tiga itu syaratnya. Nah, untuk detail-nya seperti apa? Nanti dibahas di diskusi masyarakat ini, maka saya cuma membuka diskusi ini,” tutur Esther.