5 Alasan Menkominfo Revisi UU UTE: Dari Pasal Karet hingga Upaya Perlindungan Anak

5 Alasan Menkominfo Revisi UU UTE: Dari Pasal Karet hingga Upaya Perlindungan Anak

InfoCakrawala.com – Menteri Komunikasi kemudian Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi bersama Komisi I DPR RI baru semata menyetujui revisi Undang-Undang Informasi dan juga Transaksi Elektronik (UU ITE) ke tingkat dua atau Rapat Paripurna DPR RI sebelum akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang.

Menkominfo Budi Arie menyebutkan, setidaknya ada lima alasan Pemerintah untuk melakukan revisi UU ITE, tepatnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi juga Transaksi Elektronik.

“RUU Perubahan Kedua UU ITE merupakan kebijakan besar Indonesia untuk menghadirkan ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, produktif, lalu berkeadilan,” kata Budi Arie dalam Pendapat Akhir Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua UU ITE, di tempat Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/11/2023).

“Sama halnya dalam ruang fisik, Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi HAM yang mana dimiliki oleh pengguna internet Indonesia di area ruang siber,” lanjut dia.

5 alasan Menteri Kominfo untuk merevisi UU ITE

Pertama, kata Budi Arie, penerapan norma-norma pidana dalam UU ITE berbeda-beda di area berbagai tempat. Oleh karenanya, banyak pihak yang menganggap norma-norma UU ITE multitafsir, karet, memberangus kemerdekaan pers, hingga mengancam kebebasan berpendapat.

Kedua, UU ITE yang digunakan ada saat ini belum dapat memberikan pelindungan yang tersebut optimal bagi pengguna internet Indonesia, khususnya anak yang mana menggunakan barang atau layanan digital.

“Penggunaan komoditas atau layanan digital tersebut, jika digunakan secara tepat, dapat memberikan manfaat besar bagi pertumbuhan dan juga perkembangan anak,” papar dia.

Akan tetapi dalam berbagai situasi, anak belum memiliki kapasitas atau kemampuan untuk memahami berbagai risiko atau kemungkinan pelanggaran hak anak yang mungkin terjadi dalam pemanfaatan barang atau layanan digital.

“Oleh karenanya, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang dimaksud menyelenggarakan barang atau layanan digital yang harus mengambil tanggung jawab untuk memenuhi hak-hak anak, sekaligus melindungi
anak dari bahaya atau risiko fisik maupun psikis,” lanjut Budi Arie.

Ketiga, UU ITE yang digunakan ada saat ini perlu mengoptimalkan peran pemerintah dalam membangun biosfer digital yang mana adil, akuntabel, aman, juga inovatif.

Ia memaparkan, Indonesia mempunyai prospek kegiatan ekonomi digital yang dimaksud besar. Menurut data dari Google, Temasek, serta Bain, di area tahun 2022 nilai dari sektor ekonomi digital ASEAN mencapai USD 194 miliar.

“Sementara Indonesia berkontribusi sebanyak 40 persen dari nilai tersebut,” imbuhnya.

Melihat besarnya prospek ekonomi digital Indonesia saat ini serta pada masa depan, Pemerintah perlu memperkuat regulasi Indonesia dalam memberikan perlindungan bagi pengguna layanan digital Indonesia, kemudian pelaku perniagaan mikro, kecil, serta menengah (UMKM).

Keempat, layanan sertifikasi elektronik juga merupakan salah satu aspek yang tersebut perlu diperkuat. PSE telah lama memberikan berbagai layanan sertifikasi selain tanda tangan elektronik.

“Misalnya, segel elektronik dan juga autentikasi situs web serta identitas digital. Indonesia membutuhkan landasan hukum yang dimaksud lebih besar komprehensif dalam membangun kebijakan identitas digital serta layanan sertifikasi elektronik lainnya,” paparnya.

Kelima, dalam melakukan penegakan hukum, UU ITE yang ada saat ini masih memerlukan penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Komunikasi dan juga Informatika dalam melakukan penyidikan aksi pidana siber.

Para pelaku langkah pidana menggunakan rekening bank untuk menyimpan hasil kejahatan yang tersebut mereka lakukan. Para pelaku kejahatan juga membeli atau memperdagangkan aset digital dalam skema kejahatan mereka.

“Dalam hal ini, PPNS di area sektor Informasi dan juga Transaksi Elektronik (ITE) memerlukan kewenangan untuk memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik dalam melakukan pemutusan akses secara sementara terhadap rekening bank, uang elektronik, dan/atau aset digital,” jelas dia.

(Sumber: Suara.com)