Perlunya literasi digital untuk cegah perempuan terjebak pinjol

Perlunya literasi digital untuk cegah perempuan terjebak pinjol

InfoCakrawala.com – Jakarta – Asisten Deputi Pengarustamaan Gender Bidang Ekonomi Kementerian Pemberdayaan Perempuan juga Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Dewa Ayu Laksmi mengatakan perlu adanya edukasi literasi digital juga pemakaian ponsel khususnya pada perempuan jadi cara untuk mengantisipasi jebakan pinjaman online (pinjol).

“Kita perlu kembangkan pada literasi digital. Jadi, bagaimana pengaplikasian ponsel pintar untuk mengantisipasi tawaran-tawaran. Untuk literasi digital ini, kita Indonesia masih kurang, sebab kan kalau ponsel pintar pasti melalui aplikasi kalau literasi ini tidaklah ada bagus atau tak ada baik membacanya akan terjebak dikarenakan iming-imingan,” ucap Laksmi dalam diskusi tentang strategi Perlindungan konsumen perempuan dalam lingkungan fintech yang mana digunakan diikuti secara daring di tempat dalam Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan berdasarkan data, perempuan pengguna ponsel pintar pada Indonesia mencapai hitungan 65,09 persen sementara laki-laki sebesar 68,41 persen. Dan sebanyak 80,9 persen menggunakannya dari rumah, jadi berdasarkan pekerjaan, sebanyak 56,56 persen pengguna ponsel pintar adalah ibu rumah tangga serta 50 persennya tiada bekerja.

Munculnya fenomena pinjaman online (pinjol) di tempat tempat kalangan perempuan adalah oleh sebab itu rendahnya tingkat inklusi keuangan Perempuan seperti kepemilikan asset, serta rekening yang tersebut menjadi problematika dalam hal keuangan. Padahal Laksmi mengatakan, kepemilikan aset menjadi hal yang digunakan digunakan penting bagi Perempuan untuk bisa jadi jadi mandiri sehingga jika ada hal yang dimaksud digunakan insidentil perempuan dapat bertahan kemudian dapat menyelesaikan permasalahan finansialnya sendiri.

“Saya perhatikan, jangan kan perempuan terutama di dalam area desa-desa dia tabungan sekadar bukan ada punya. Jadi, dia itu bekerja hari ini untuk makan hari ini. Nah, kemudian ketika mereka itu pada tawaran Tabungan merek itu masih juga menemukan problem bahwa mereka itu keberatan dalam tempat administrasi yang dimaksud digunakan dipotong tiap bulan Rp 15.000 buat merek itu jumlah keseluruhan agregat yang dimaksud digunakan cukup banyak, kadang-kadang bukan mau,” katanya.

Perempuan yang mana mana terjerat pinjol, kata Laksmi, sebab menganggapnya sebagai jalan pintas yang dimaksud singkat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kemudian juga keuangan, serta tak ada syarat yang tersebut mana kompleks seperti jika meminjam pada bank.

Pada tahun 2022, data partisipasi Angkatan kerja laki-laki mendominasi yakni 86,37 persen, sementara Perempuan 61,82 persen juga dinilai Laksmi sebagai kesenjangan yang digunakan dimaksud menjadikan Perempuan 30 persen lebih lanjut banyak rendah untuk kemungkinan bekerja. Hal oleh sebab itu dampak dari masih adanya budaya patriaki lalu juga hambatan tersembunyi untuk Perempuan dalam menapai posisi, mengambil Keputusan serta keterbatasan untuk kemajuan karir.

Adanya kesenjangan ini juga menjadi tantangan pemerintah untuk mewujudkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan yang digunakan yang ditargetkan akan mencapai 55 persen sesuai Amanah RPJMN 2020-2024.

“Jadi, harapannya sih memang merek itu mempunyai kualifikasi yang mana sejenis kemudian kompetensi yang tersebut digunakan serupa dengan laki-laki, ya. Bahkan dalam dalam beberapa bidang, perempuan itu lebih lanjut lanjut terlihat tambahan baik, lebih besar tinggi unggul. Jadi, ini juga yang digunakan digunakan menjadi hambatan,” ucap Laksmi.

Dari adanya Bulan Fintech Nasional 2023, Laksmi berharap pihak terkait dapat memberikan edukasi yang tersebut dimaksud lebih tinggi banyak intensif kepada Masyarakat terutama Perempuan agar tak terjerumus kepada pinjaman illegal yang mana mana marak ditawarkan.

(Sumber: AntaraNews)